Mengoptimalkan AI untuk Transformasi Pendidikan
AI membawa tantangan sekaligus menawarkan peluang besar yang bisa dimanfaatkan. Pelaku pendidikan harus melihat AI sebagai peluang emas untuk kemajuan. Para siswa akan menghadapi masa depan di mana dunia kerja banyak memanfaatkan AI. Teknologi ini seharusnya tidak dianggap sebagai ancaman, melainkan sebagai pendukung inovasi dalam dunia pendidikan. Dulu, penggunaan kalkulator dan perangkat lunak seperti Excel mungkin kontroversial, tetapi sekarang teknologi tersebut sangat mempermudah pekerjaan, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang eksakta.
Keberadaan AI sebenarnya sudah ada sejak lama, namun munculnya ChatGPT pada tahun 2022 dan diikuti oleh chatbot AI lainnya seperti Bing AI, Google Bard, Copilot, Perplexity AI, dan YouChat semakin memudahkan banyak pelaku pendidikan. Misalnya, ChatGPT dapat mengolah teks dan menjawab pertanyaan tanpa harus membuka banyak browser untuk mencari informasi yang diperlukan. Guru dan siswa dapat menghemat waktu dengan AI ini. Selain itu, mereka dapat menggunakan ChatGPT atau AI lainnya untuk memberikan saran, mengoreksi tulisan, menerjemahkan, dan meringkas teks panjang.
Namun demikian, penggunaan AI dalam dunia pendidikan harus dilakukan dengan paradigma kritis. Lembaga pendidikan perlu membuat aturan dan etika dalam penggunaan AI. Pendidik harus terus memperjuangkan nilai-nilai sosial, empati, dan pemikiran kritis, sehingga informasi atau produk yang dihasilkan oleh AI tidak diterima begitu saja tanpa dianalisis dan dievaluasi. Baik guru maupun siswa perlu memeriksa kebenaran informasi yang dihasilkan oleh AI. Dunia pendidikan dapat menjadi wadah untuk menumbuhkan nalar kritis para siswa guna memastikan bahwa penggunaan AI tetap berada dalam kendali dan kesadaran penuh penggunanya.
Selain itu, lembaga pendidikan juga harus mendidik siswa sebagai agen perubahan dalam penggunaan AI. Siswa diharapkan menggunakan AI sebagai alat bantu, bukan sekadar menyalin dan menempel informasi. Aturan penggunaan AI harus diterapkan untuk mendorong etika dan integritas. Guru dan siswa harus berinteraksi secara aktif dalam proses pembelajaran, mendiskusikan, dan mengkritisi informasi yang mereka dapatkan melalui AI. Siswa bahkan didorong untuk mensintesis dan menghasilkan informasi baru.
Pendidik juga perlu menciptakan pembelajaran yang interaktif, dinamis, dan membebaskan. Siswa perlu didorong untuk berpartisipasi aktif di kelas dengan informasi yang diperoleh melalui AI. Pendidikan seharusnya membebaskan, seperti yang diungkapkan oleh Paulo Freire, dan tidak malah membelenggu dengan melarang siswa memanfaatkan AI. Dunia pendidikan seharusnya memfasilitasi penggunaan AI untuk membantu siswa menjadi lebih analitis, pemecah masalah, dan produktif, bukan sebatas menyiapkan siswa dengan hafalan-hafalan pada dimensi kognitif yang dapat dengan mudah diselesaikan oleh AI.
Terakhir, masa depan siswa bisa diselamatkan dengan menghadirkan pendidikan yang responsif terhadap kemajuan teknologi, termasuk AI. Jangan sampai guru hanya mengajar hal-hal yang bisa dilakukan oleh AI. Dunia pendidikan perlu menyiapkan keterampilan terbaru untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan teknologi. Siswa saat ini sudah sangat dekat dengan teknologi, bahkan sejak tingkat sekolah dasar. Dunia pendidikan harus bertransformasi dan memanfaatkan AI, bukan menjadi korban teknologi ini.
M Nurul Ikhsan Saleh
Baca Artikel yang Lain di Sini
Komentar