Memaknai Masa Awal di Adelaide
Foto di depan The University of Adelaide |
Setiap langkah yang saya lalui dalam hidup tentu akan
selalu memiliki makna penting tersendiri, tak terkecuali kebermaknaan dalam
keberangkatan saya pada akhirnya bulan Februari 2017 ke South Australia (SA),
Adelaide, sampai saat ini. Bulan tersebut menjadi lembaran awal saya untuk
menempuh Magister of Education di kampus The University of Adelaide (UofA)
sampai dua tahun ke depan. Lewat tulisan ini, saya ingin berbagi kepada para
membaca sekalian, beberapa catatan berharga dalam memaknai sepak terjang saya
selama masa awal perkuliahan, baik yang berkaitan dengan aktivitas perkuliahan
dan yang menyertainya.
Rasa Terimakasih
Berterimakasih kepada Allah SWT adalah hal utama yang
patut selalu saya jaga dan lakukan secara berkelanjutan. Tindakan inilah yang
sering disebut sebagai rasa syukur. Saya merasa bahwa kemudahan yang saya
dapatkan selama ini, dari mulai memasang mimpi kuliah di kampus yang punya
reputasi tinggi, mengejarnya, dan menjaganya, tidak lepas dari intervensi
Tuhan. Maka dari itu, saya selalu berusaha agar terus bersyukur untuk setiap
pencapaian-pencapaian kecil yang telah diraih. Cara ini yang membuat saya tetap
tegar di kala menghadapi tantangan hidup, semisal kegagalan dalam melamar
beberapa beasiswa.
Selanjutnya, patut saya berterimakasih kepada negara
Indonesia, lewat Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian
Keuangan, yang telah mendanai proses perkuliahan dan biaya hidup selama masa
studi. Tentu sangat banyak yang telah saya dapatkan dari republik tercinta,
bahkan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan, saya telah mendapatkan Pengayaan
Bahasa, tepatnya IELTS selama enam bulan. Lebih jauh lagi, saya telah lahir,
makan dan minum dari bumi Indonesia. Selain ucapan apresiasi bagi kedua orang
tua (Saleh dan Madun), para guru, dan tak kalah pentingnya adalah rasa bangga
saya bagi 116 teman yang luar biasa dalam kegiatan Persiapan Keberangkatan
(PK-102) “Gema Arunika” di Wisma Hijau, Depok. Kesemuanya adalah bagian sumber
semangat saya yang selalu akan menemani perjalan saya ke depan. Arunikers,
thanks!
Manajemen Waktu
Pokok penting yang kedua, yaitu tentang manajemen
waktu. Pada hari pertama saya sampai di Anzac Highway, Kurralta Park, tempat
tinggal selama di South Australia, saya langsung menghitung berapa lama
perjalanan yang dibutuhkan menuju kampus di North Terrace. Berdasarkan survei,
saya menghabiskan waktu selama kurang lebih 30 menit perjalanan, dari mulai
naik bis ditambah beberapa menit jalan kaki. Demi menjaga kemungkinan terlambat
datang, saya pun memutuskan agar menyisihkan satu jam perjalanan. Semisal saya
akan akan kuliah jam 8 a.m., saya pun sudah mulai berangkat jam 7 a.m. dari
tempat saya tinggal, Unit 65 / 133. Bahkan saya kadang memilih tidak mandi
sebelum kuliah jika dirasa akan membuat saya terlambat ke kampus. Karena saya lebih
memilih menyiapkan barang-barang yang akan saya bawa, berkas-berkas bahan
pelajaran dan bekal makanan; roti, buah dan minuman.
Di samping itu, saya juga mengatur waktu dengan sangat
cermat untuk penyelesaian tugas (assignment). Bukan hanya karena dosen di
kampus tidak akan mentolerir keterlambatan tugas, saya memang selalu berusaha
menyelesaikan tugas secepat mungkin, bahkan jika dosen memberikan waktu empat
hari untuk mengerjakan, saya biasa menyelesaikan di hari yang sama saat malam
hari. Tentu saja biasanya saya harus mengurangi waktu tidur. Salah satu contoh,
kemarin malam saya hanya tidur empat jam demi menyelesaikan tugas, malam ini
pun demi menyelesaikan tugas kampus dan tulisan ini, saya tidur tiga jam. Tidur
jam 1 a.m., bangun jam 4 a.m.
Demi mendukung agar selalu tepat waktu, saya sengaja
membeli gadget baru yang sekaligus ada paket internetnya. Saya menginstal
aplikasi TripMate Adelaide Lite, yang berfungsi melihat jadwal kedatangan bis
yang akan saya tumpangi ke kampus, aplikasi UA Student yang bisa membantu saya
menunjukkan jadwal kuliah setiap harinya dengan detail, Stopwatch and Timer
yang berfungsi untuk mengatur ketepatan waktu saya dalam melakukan persentasi,
cara ini saya dapatkan ketika melihat persentasi TEDx yang sangat menjunjung
tinggi ketepatan waktu. Dua hal lain yang saya lakukan adalah membeli papan
besar yang saya taruh di kamar dengan menempelkan kertas kerta-kerta yang
berisi nama tugas beserta timelinenya dan setiap saat melihat Calender di MyUni
di mobile phone.
Kesungguhan
Sadar bahwa dibiayai dengan uang negara, saya pun
memasang niat dari awal agar segala yang saya lakukan dibarengi dengan
kesungguhan. Di samping ingin mendapatkan target nilai high distinction, saya
melaksanakan tanggung jawab agar belajar dengan penuh rasa tanggung jawab. Dua
prinsip yang saya pegang dari LPDP, datang hanya untuk belajar dan bersosial,
yang selanjutnya saya tambahkan juga, untuk beribadah. Tantangan terbesar saya
dalam menyelesaikan individual assignment dan group assignment adalah
mengurangi waktu istirahat. Saya membayangkan aktivitas kuliah di sini adalah
kelanjutan kegiatan PK. Patut saya berterimakasih kepada PIC PK, Muhammad
Kamiluddin yang mengajarkan pentingnya melawan rasa kantuk. Saat sampai
di Adelaide, saya pasang rumus, jika saya bisa tidur dua jam sehari semalam
saat PK, maka saya pun bisa ketika di sini.
Saya sadar bahwa meskipun saya terbilang datang
terlambat ke Adelaide, tidak ada alasan untuk tidak sungguh-sungguh dalam semua
hal. Bagi saya, kesempatan kuliah di Adelaide adalah anugerah yang luar biasa
dari Allah. Di mana saya sudah menyiapkan lebih dari satu tahun belajar bahasa
Inggris, menggunakan semua tabungan uang demi mengikuti beberapa tes IELTS,
sampai-sampai motor saya pun dijual. Saya berusaha dengan totalitas. “Hidup
hanya sekali, hiduplah dengan totalitas”, itulah mungkin motto yang sangat
cocok buat saya. Saya biasa mengajak ketemu teman satu kelompok untuk
menyelesaikan tugas kelompok, bertanya ke teman untuk jika kurang yakin dengan
penjelasan dosen dan biasa bermalam-malam untuk baca jurnal dan menyelesaikan
tugas online assignment.
Persaudaraan
Persaudaraan menjadi kata kunci penting lain yang
tidak akan pernah lepas dari perjalanan saya selama ini. Saat pertama kali
sampai di bandara yang ada di Adelaide, langsung dijemput oleh Mas Romi dan
kemudian ditawari tempat tinggal oleh Mas Khusaini. Mas Khusaini pun yang
kemudian di hari pertama sampainya saya di Adelaide, memberikan banyak bantuan;
membantu dalam pengurusan kartu pelajar, metro card, membuka rekening di bank,
mengurus enrollment, sampai kepada urusan memasak dan berbelanja kebutuhan
sehari-hari. Ada pula mas Edy Purwanto yang bisa menemani perjalanan dan
sharing bareng. Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan di masa-masa awal.
Saya menanggapnya hal itu saya dapatkan dari jalinan persaudaraan.
Di samping itu, saya berusaha menjalin banyak
persaudaraan yang sekaligus sebagai tempat belajar saya. Teman-teman dari
Indonesia, baik dari kalangan penerima beasiswa LPDP dan AAS, mahasiswa
internasional dari berbagai negara, dan empat dosen yang mengampu mata kuliah
Research Design (Edward Palmer), Curriculum Development and Innovatin (Lynda
Macleod), Educational Policy Studies (Joy de Leo) dan Reseach Communication
(Robyn Groves). Keempat dosen ini yang telah mengajarkan saya dengan metode
belajar flipped classroom. Sebuah metode pembelajaran dimana sebelum
perkuliahan berlajangsung, sudah dipersiapkan dulu materi dan pemahaman lewat
online learning. Sehingga ketika sudah sampai di ruang kelas, saya pun sudah
memahami pelajaran yang akan dibahas baik pada kegiatan lecturing dan tutorial.
Semangat
Semangat adalah kata yang seringkali muncul dalam
memori saya. Saya selalu berbisik kepada diri sendiri, jika saya ingin semangat
terus sampai dua tahun ke depan, saya harus semangat terus dari awal. Mirip
perkataan, jika kamu memulai dengan senyum di pagi hari, maka seluruh harimu
akan dipenuhi dengan senyuman. Apabila memulai persentasi dengan penuh percaya
diri, maka seluruh rangkaian persentasi akan dihiasi rasa percaya diri.
Langkah-langkah kecil yang saya lakukan dalam rangka merawat semangat adalah
menuliskan goal besar ke depan dan kata-kata semangat di atas kertas, yang
keduanya ditempel di dinding kamar, mendengarkan dan menonton sharing
inspiratif TEDx lewat youtube, membuat target harian, dan mendengarkan
lagu-lagu menarik semisal dari Coldplay “A Sky Full of Stars”, atau best
remixes 2017 untuk mengusir rasa kantuk, dan tentu saja memohon semangat dari
Allah yang dibarengi permintaan dukungan dari kedua orang tua.
Itulah beberapa pelajaran yang bisa saya sharing
kepada para pembaca sekalian. Dengan harapan bisa ada hikmah di baliknya.
Sebagai pemuda Indonesia, saya memiliki tugas agar bisa menyebarkan hal-hal
positif dan kebaikan. Salah satunya dengan berbagi lewat tulisan. Bagi pembaca
sekalian, jika Anda adalah pemuda Indonesia, mari berbagilah, bisa lewat
tulisan dan hal lain, karena saya yakin, satu kebaikan akan mengantarkan kepada
kebaikan yang lain. Kebaikan tidak untuk disimpan dalam diri, tapi untuk
inspirasikan. Satu pemuda adalah inspirator pada pemuda yang lainnnya, bahkan
mungkin kepada yang lebih muda atau pun lebih tua. Saat ini Indonesia butuh
pemuda-pemuda yang bisa melihat dari sudut pandang yang positif, menebar
optimisme, dan berani berbagi.
Salam kebermaknaan,
Tulisan ini juga dimuat pada LPDP South Australia dan
GoLiveIndonesia
Komentar