Meningkatkan Budaya Baca Masyarakat Indonesia
Membudayakan Anak Gemar Membaca (Foto: M Nurul Ikhsan Saleh) |
Aktivitas membaca dalam masyarakat sangatlah penting. Ia menjadi salah satu
kegiatan bahasa yang amat vital dalam masyarakat modern dan lebih-lebih di
kalangan akademisi. Dari sinilah peringatan Hari Buku Nasional yang jatuh pada bulan
kemarin, 17 Mei 2012, menjadi penting untuk selalu kita refleksikan, terlebih
oleh masyarakat Indonesia.
Dalam masyarakat kita, setiap hari puluhan koran, majalah, bahkan buku-buku
selalu diproduksi dan dipasarkan. Di
dalam semua jenis media itu akan dijumpai informasi mengenai pengetahuan,
berita, lapangan pekerjaan, iklan, dan sebagainya, yang mau tak mau harus
diserap oleh masyarakat modern tersebut. Kecuali, jika masyarakat modern
tersebut, hanya modern dalam dimensi waktu, bukan modern dalam dimensi
kultural. Membaca, sudah seharusnya menjadi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.
Pengetahuan sebagian besar
tidaklah didapatkan dari bangku sekolah atau di bangku kuliah, melainkan
melalui buku. Banyak orang mengatakan bahwa buku itu sesungguhnya merupakan
universitas yang paling baik, sehingga tidak salah apabila dikatakan bahwa buku
adalah jendela ilmu pengetahuan. Maka keberadaan perpustakaan di sekolah, universitas dan
masyarakat sangatlah penting sebagai tempat kagiatan membaca.
Di kalangan akademisi, membaca menjadi jantung kehidupan mereka. Informasi
yang diberikan dosen tentu amat terbatas. Untuk memperluas cakrawala akademik mereka, buku merupakan sarana yang
mesti diakrabi. Tanpa membaca buku, seorang akademisi akan berjalan di lorong gelap. Analisis yang mereka lakukan terhadap segala
persoalan hanya akan bersifat intuitif tanpa teori yang telah diuji
kebenarannya melalui pelbagai penelitian. Akibatnya pembahasannya hanya akan
seperti orang berbincang di warung kopi atau di tengah padang penggembalaan.
Membaca berarti mengambil
atau memahami arti dari bahan cetakan atau tulisan yang ada. Karena itulah sebagai
seorang pembaca, ia memerlukan persyaratan tertentu agar ia dapat memahami
makna tersebut dengan baik. Ada beberapa saran dari Nurhadi (1987) agar
seseorang menjadi pembaca yang baik, yaitu untuk memperlancar proses membaca
antara lain meliputi empat modal; Pertama, seorang pembaca harus
memiliki modal pengetahuan dan pengalaman; Kedua, seorang pembaca harus
memiliki kemampuan berbahasa (kebahasaan); Ketiga, seorang pembaca harus
memiliki pengetahuan tentang teknik membaca; Keempat, seorang membaca
harus mengetahui tujuan membaca.
Ada satu batasan membaca yang amat komprehensif, yaitu membaca adalah
proses mengolah bacaan secara kritis-kreatif yang dilakukan dengan tujuan
memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu, dan penilaian
terhadap keadaan, nilai, fungsi dan dampak bacaan itu. Oleh karena itu, membaca
bukan sekadar melafalkan huruf-huruf, tetapi lebih pada kegiatan jiwa untuk
mengolah apa yang kita baca. Mengolah
dalam arti kita tidak harus menyerap begitu saja isi bacaan tersebut. Seorang pembaca
dituntut memiliki sikap kreatif-kritis. Jadi kita harus menerima secara
kritis-kreatif apa yang kita baca. Kita harus memikirkan nilai apa yang
terkandung dalam bacaan, apa fungsinya, dan yang terpenting apa dampaknya bagi
diri sendiri dan bagi masyarakat pembaca secara luas.
Menurut Smith (1973) membaca
bukan semata-mata proses visual. Ada
dua macam informasi yang terlibat dalam kegiatan membaca. Pertama, informasi
yang datang dari depan mata. Kedua, informasi yang terdapat di belakang
mata. Informasi yang terdapat di depan mata ialah huruf-huruf. Sedangkan,
informasi yang terdapat di belakang mata ialah isi dan pesan yang terkandung
dalam bacaan itu. Memahami isi bacaan itu menutut pembaca untuk memiliki
kemampuan berpikir dan bernalar.
Budaya Baca Masyarakat
Selama ini selalu ada
pernyataan bahwa masyarakat Indonesia
belum mempunyai budaya baca. Atau dengan kata lain minat baca kita rendah.
Benarkah demikian? Akhir-akhir ini ketika saya berkunjung ke perpustakaan-perpustakaan
kampus dan tempat-tempat bacaan buku yang ada di Yogyakarta.
Memang benar, bahwa perpustakaan banyak dikunjungi mahasiswa. Hanya saja mereka
yang berkunjung ke perpustakaan rata-rata mereka yang sedang mengerjakan tugas
makalah dari dosennya, terlebih untuk tugas akhir berupa skripsi, tesis, atau
pun disertasi. Untuk menulis pun mereka membaca penelitian yang sudah ada,
kemudian mengutip beberapa bagian kajian pustaka dan metode penelitian. Andaikan tidak harus
menulis makalah atau tugas akhir, mereka akan terlihat mojok, sambil berbincang
berdua (berpacaran). Jadi, motivasi membaca untuk benar-benar mendapatkan ilmu
pengetahuan masih minim.
Bagaimana jika ada pertanyaan seperti ini, adakah mahasiswa atau kita
secara umum dengan penuh kesadaran membeli buku untuk memperkaya khazanah
pengetahuan? Mungkin jawabannya ada, tetapi tidak banyak. Dan yang tidak banyak itu akan berkilah bahwa
sekarang ini harga buku mahal. Benarkah mahal? Sebab di sisi yang lain mereka
dapat dengan mudah pergi ke mall dengan berbelanja sampai ratusan ribu rupiah
bahkan mungkin ada yang mendekati jutaan rupiah. Lebih-lebih dengan kebiasaan mahasiswa
atau masyarakat saat ini, yang lebih banyak menghabiskan uangnya untuk membeli
pulsa agar bisa facebook-an di mana-mana. Hal itu berarti bahwa penyebab utama
bukan pada mahalnya buku tetapi justru pada motivasi yang tidak ada, serta
tampaknya buku belum menjadi prioritas dalam hidup masyarakat Indonesia.
Meningkatkan Minat Baca
Dari fenomena di atas, dimana masyarakat kita masih rendah minat bacanya,
maka hendaknya minat baca (kegemaran) harus terus ditumbuhkan di kalangan
masyarakat, terlebih sejak masih kanak-kanak. Salah satu terobosan baru yang
patut ditiru dan diapresiasi adalah sebuah langkah konkret oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) AS dengan membangun perpustakaan bagi anak-anak di Indonesia. Seperti
dilansir oleh VOA (Voice of Amerika) Indonesia hari ini, Jumat 22 Juni 2012 berjudul “LSM AS Bangun Perpustakaan bagi Anak-anak di Indonesia”.
Mereka membangun perpustakaan sejak tahun 2009 yang tersebar di beberapa daerah
Indonesia, seperti di Padang, Sidoarjo dan Bali.
Sebagai orang Indonesia, kita patut berterima kasih kepada LSM AS tersebut,
dengan programnya untuk meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat
Indonesia. Karena jika kita ketahui lebih lanjut, bahwa kegemaran membaca
bukanlah aktivitas yang tumbuh dengan sendirinya dalam diri setiap anak. Kegemaran
membaca merupakan kebiasaan yang harus ditanamkan, dipupuk, dibina, dibimbing,
dan diarahkan sejak masih anak-anak. Sehingga ketersediaan bahan pustaka di
kalangan masyarakat sangat penting untuk menarik kegemaran membaca. Lewat perpustakaan
tersebut, kita berharap kegemaran membaca di kalangan masyarakat terlebih
dikalangan anak-anak akan semakin meningkat.
Dengan ketersediaan perpustakaan, perlu juga menjadi perhatian adalah
ketersediaan buku yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Bahan pustaka
disesuaikan dengan perkembangan psikologi pembaca. Baik yang spesifik untuk bacaan
kalangan anak-anak juga bagi kalangan dewasa. Jangan sampai kemudian tertukar. Bahan
bacaan untuk kalangan anak-anak bisa dibagi dalam beberapa bagian, seperti yang
ditulis oleh Luwarsih (1974), ia menyebutkan ada 3 klasifikasi buku untuk anak-anak,
yaitu; Pertama, buku referensi, buku untuk memperoleh informasi; Kedua,
buku studi, buku untuk membina pengetahuan; Ketiga, buku referensi,
buku untuk menikmati dan menghayati pengalaman. Maka itu, anak-anak hendaknya
dilatih untuk memilih jenis-jenis buku yang akan memperluas cakrawala
pengetahuan dan pengalaman anak-anak tersebut.
Terakhir, semoga masyarakat juga pemerintah Indonesia semakin tergugah oleh
kerja-kerja sosial seperti yang dilakukan LSM AS untuk lebih giat dalam
menyediakan bahan bacaan untuk masyarakat. Menurut VOA Indonesia, sampai bulan Juni 2012 ini, LSM AS
tersebut telah mampu membangun 49 perpustakaan bagi anak-anak dan 26
perpustakaan bagi orang tua. Mereka melakukan
langkah mulia, demi menggugah budaya baca masyarakat bisa tumbuh. Karena itu, peran
serta mereka dalam menyediakan bahan bacaan perlu didukung sepenuhnya oleh
masyarakat sekitar dengan mempergunakan perpustakaan yang mereka bangun dengan sebaik-baiknya.
Mari membaca! :-)
Komentar
brian
yang dioleh dengan sedemikian rupa sehingga renyah untuk di baca&mudah di pahami,.
kegitan membaca memang sangat penting bagi orang yang berfikir, sebagaiman yang telah di tegaskan oleh Allah dalam firmannya di dalam Al-Qur'an,..
sejujurnya saya gak baca keseluruhan isi artikelnya. pertama mungkin saya tidak terlalu suka membaca sesuatu yang menurut saya terlalu kaku. mungkin info yang disampaikan penting, tp cara penyampaiannya membuat saya yang gak suka baca semakin malas untuk membaca. tidak bermaksud jahat atau bagaimana, kdang budya membaca perlu dilestarikan, tapi kadang gagal karena cara penyampaiannya tidak bisa membuat kami yang tidak suka membaca ini tertarik
maaph ya sebelumnya, semoga selalu sukses dalam hal menulis.
Dalam membaca buku, harus ada filterisasi dari kita, saya sepakat, bahwa membaca bukan hanya menghafal melainkan memahami dan mengkritisi, yang dalam bahasa anda kreatif-kritis, karena disadari atau tidak, masih banyak orang yang pemahamannya tekstual, dan itu tidak baik, malahan tidak menambah skill kita. Saya teringat pada perkataan Abu Hamid al-Ghazali “Duh, saudaraku! Ketahuilah bila anda pergi untuk mengetahui kebenaran lewat para tokoh tanpa mempergunakan pandangan anda, maka akan sia-sialah pandangan anda. Sebab, para ilmuwan yang berkaliber tokoh, bagaikan matahari atau cahaya yang menyinari. Kemudian lihatlah pandangan anda, bila anda buta apalah artinya matahari atau cahaya. Karena itu barang siapa yang bersikap mengikut ia akan hancur”.
__
Salah satu penyebab tidak maju-majunya Indonesia adalah kurangnya budaya membaca, sehingga SMD tidak mendukung untuk mengelola SDA yang melimpah ini. Saya ajungkan dua jempol buat LSM AS yang telah membantu masyarakat indonesia untuk meningkatkatkan motivasi membaca dengan membangun perpustakaan di beberapa daerah, walau tidak menyeluruh, hehehehe
Iya, disaat membaca, seseorang tidak hanya dituntut untuk membaca, tapi juga dituntut untuk mengkritisi. Karena, ada juga buku yang bisa saja menyesatkan, makannya butuh filterisasi seperti apa yang dibilang Mashudi sebagai benteng diri.
Sepantasnyalah kerja-kerja sosial seperti yang dilakukan LSM AS, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terus didukung. Lewat gerakan gemar membaca. :-)
Apakah bacaan tersebut juga mempunyai peran penting dalam ranah manfaatnya..??
meskipun hanya sekedar sebagai hiburan semata, tapi untuk beberapa orang buku bacaan tersebut bisa bernilai lebih dari sekedar hiburan..
Khususnya bagi yang gemar menulis cerita fiksi, bisa dijadikan sumber kajian dan pembelajaran untuk kedepannya..