Aku (Beswan Djarum) Menulis, Maka Aku Ada
Peserta Pelatihan Menulis |
”Mulailah menulis, jangan berpikir. Berpikir itu nanti saja. Yang
penting menulis dulu. Tulis draf pertamamu itu dengan hati. Baru nanti kau akan
menulis ulang dengan kepalamu. Kunci utama menulis adalah menulis, bukannya
berpikir.” (James Whitfield Ellison)
Setiap manusia yang lahir di muka bumi membawa bakat dan potensi. Berkat
bakat dan potensi yang diasah, seseorang bisa menjadi sukses dan terpandang. Tinggal
bagaimana kesungguhan seseorang itu menggali dan mengasahnya. Ibaratkan pisau, apabila
ia sering diasah, akan menjadi tajam. Sebaliknya, apabila tidak diasah, pisau
itu tetap tumpul dan sulit dimanfaatkan untuk memotong barang apapun. Otak
manusia pun begitu.
Ada yang mampu mengasah bakatnya dengan baik. Salah satu contohnya beberapa
tokoh terkenal Indonesia yang tekun mengasah di bidang tulis menulis. Misalnya,
Goenawan Mohamad, Rendra, Kuntowijoyo, Umar Kayam, Gus Dur, Gus Mus, Nurcholis
Madjid, Emha Ainun Nadjib dan masih banyak lagi yang lainnya. Mereka mampu
membaca dan mengembangkan bakatnya dengan baik. Bahkan mereka menginspirasi
banyak orang. Bagaimana dengan diri kita, sudahkah mengasah bakat yang kita
miliki dengan baik?
Pertanyaan ini butuh kita jawab bersama-sama sebagai pribadi yang telah
diberikan bakat oleh Tuhan. Sebelum semuanya terlambat. Mungkin saja ada yang
memiliki bakat lain, seperti musik, sepak bola, nari atau yang lainnya. Memang,
setiap orang dalam mengasah bakatnya hingga akhirnya menuai kesuksesan
membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Mungkin saja, ada yang hanya butuh
berbulan-bulan, ada pula yang sampai bertahun-tahun. Kesungguhan hati untuk
terus berlatih yang perlu kita bangun. Bersungguh-sungguh dalam proses, tanpa
takut akan kegagalan. Karena kegagalan sendiri adalah pintu menuju kesuksesan.
Nabilah Munsyarihah Sedang Memberikan Pengarahan |
Jika ingin menjadi penulis handal. Tinggal latihan dan latihan. Suatu waktu,
kesuksesan pasti bisa kita raih dengan penuh kebanggaan. Jika Anda masih bingun
dimana letak bakat Anda yang harus diasah. Saya akan bercerita beberapa hal
tentang pencarian bakat pada diri saya pribadi. Terutama di bidang kepenulisan.
Sewaktu SMA bahkan jauh sebelum itu, sejak masih SD, saya berpikir bahwa saya
tidak ada bakat di bidang tulis-menulis. Padahal, waktu itu saya lumayan senang
membaca buku di perpustakaan.
Saya mulai mencoba menulis ketika saya tinggal di Yogyakarta. Tepatnya pada
2007, yaitu setahun sebelum menempuh perkuliahan. Saya belajar menulis di
Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta. Lembaga ini menampung mahasiswa dari golongan
orang miskin, atau mahasiswa yang memilih jalan kemandirian. Pengasuh yang ada
di lembaga ini mengharuskan mahasiswa mencari uang sendiri untuk kebutuhan
hidup sehari-hari dan biaya untuk kuliah. Salah satu jalan kemandirian di
lembaga ini adalah dengan menulis di media massa. Sebelum tulisannya mampu
tembus di media massa, teman-teman di lembaga ini menjadi loper koran, berjualan
di angkringan dan berjualan dengan asongan. Saya sendiri pernah menjadi loper
koran dan membantu seseorang berjualan buku.
Berkali-kali saya menulis puisi. Tidak ada satupun media yang memuatnya. Suatu
waktu saya bertanya-tanya pada diri pribadi apa yang membuat puisi saya tidak
di muat, mungkin saja karena saya menggarapnya tidak serius. Akhirnya saya
menekuni tulisan resensi buku. Resensi saya, pertama kali dimuat dalam koran
Lampung pos pada tahun 2007. Kemudian berlanjut dimuat pada koran Seputar
Indonesia, Media Indonesia, Bali Post, Koran Jakarta, Bernas Jogja, Majalah
Flamma, Malajah Suluh dan juga dalam bentuk buku kompilasi.
Nurul Sedang Mencatat |
Bagi saya, dalam menulis butuh rasa percaya diri dan optimisme yang besar. Meskipun
sebagian teman beranggapan tulisan saya tidak bagus, tetap saja saya kirim ke
media massa. Saya tidak tahu sudah berapa tulisan yang ditolak redaksi, tapi
saya memberanikan diri terus mengirim. Bahkan mungkin sampai mereka merasa
kasihan dengan saya. Itulah sedikit cerita bagaimana saya mengasah dunia
kepenulisan hingga akhirnya tulisan saya bisa dimuat di koran. Selanjutnya saya
akan menuliskan beberapa catatan penting berkaitan dengan dunia kepenulisan
opini dan features yang saya angkat dari Pelatihan Jurnalistik. Pelatihan ini
diadakan oleh Beswan Djarum Yogyakarta pada 30 April 2011, di kantor Djarum
Yogyakarta. Tema yang diangkat adalah Jurnalistik sebagai Media Refleksi Kritis
dan Kreatif.
Belajar Menulis Opini
Pembicara pertama dalam Pelatihan Jurnalistik ini adalah Nabilah
Munsyarihah, dia adalah sekretaris umum Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa
Balairung UGM tahun 2011, juga pernah menjadi peneliti muda terbaik ke-3 LIPI
berkat hasil penelitiannya yang berjudul Strategi Pengentasan Kemiskinan
Melalui Pemberdayaan Masyarakat Hutan Plandan Jombang tahun 2007. Nabilah (nama
panggilannya), memaparkan apa pentingnya opini dan bagaimana cara menulis opini
di media massa.
Dimana, kehadiran tulisan kolom opini di media massa kerap membawa pengaruh
bagi kebijakan. Opini sebagai penyeimbang keterbatasan metode jurnalistik. Jurnalistik
digarap dengan objektif, tetapi seringkali di-framing sehingga orang masih
percaya itu objektif padahal konstruktif. Berita tidak analitis, kadang
dijauhkan dari substansi tergantung pada materi dan sumber yang didapat. Di
sini letak pentingnya opini, ia memberikan cakrawala yang lebih luas, lebih
analitis dan kritis. Bagitu ungkap Nabilah.
Peserta Sangat Serius Memperhatikan Penjelasan |
Keterlibatan masyarakat dalam mewarnai wacana di media massa penting demi
publicsphere dan iklum demokrasi yang kuat. Nabilah juga mengakui bahwa menulis
untuk media massa butuh ketelatenan sampai-sampai ada mitos yang membalutnya, kalau
tulisan tak kunjung dimuat, butuh 19 kali gagal sampai redaktur bisa luluh dan
meloloskannya untuk naik cetak. Menulis pertama untuk mengumpulkan keberanian. Kalau
gagal, menulis lagi dengan mengoreksi diri. Menulis ketiga, samakin terampil
menuangkan gagasan. Tulisan-tulisan selanjutnya akan terus lahir hingga nanti
tulisan bisa dimuat.
Diantara beberapa tahapan yang ditawarkan Nabilah untuk memulai menulis
opini di media massa, yaitu; Pertama, menentukan tema yang sesuai dengan
kompetensi penulis. Kompetensi ini tidak harus sesuai dengan bidang keilmuwan. Selama
penulis merasa punya basis pengetahuan suatu wacana, ia bisa menulis. Kedua, kenali
di posisi mana Anda akan berdiri dan memandang sekeliling. Perkaya diri dengan
bahan bacaan. Ketiga, membuat kerangka tulisan. Tahap ini tidak harus, tetapi
ia bisa digunakan untuk membangun rantai ide yang koheren. Keempat, telusuri
data yang terkait dengan tema, lalu seleksi dan pahami.
Peserta Diajak 'Ice Breaking' |
Kelima, problematisasi persoalan. Menjelaskan bagaimana sebuah isu dianggap
mengandung ketimpangan, ketidakadilan, ada sesuatu yang salah. Keenam, tulisan
opini bisa ditutup dengan berbagai cara, diantaranya dengan kalimat satire, seperti
mempertanyakan nurani. Ketujuh, menganalisa karakter media massa yang dituju. Setiap
media atau redaktur punya selera masing-masing. Terakhir, jangan ragu merintis.
Sekalipun nama belum terkenal, terus saja desak redaksi dengan menulis secara
konsisten.
Mengenali Tulisan Feature
Pembicara sesi kedua, Azhar Irfansyah, dia adalah pimpinan redaksi Badan
Penerbitan dan Pers Mahasiswa Balairung UGM tahun 2011. Dia menguraikan, bahwa
tanpa sadar, setiap dari kita sering kali melalukan kerja-kerja jurnalistik
dalam keseharin. Hanya saja, kadang-kadang orang berpikir, kerja jurnalistik
hanya milik orang jurnalis koran. Padahal itu omong kosong, imbuh Azhar.
Salah satu kerja jurnalistik yang paling penting adalah reportase. Hasil
tertulis reportase kemudian disebut berita. Ada tiga jenis berita; hardnews, feature,
dan investigative. Kebetulan, yang menjadi titik tekan bahasan Azhar adalah
gaya penulisan feature. Dia menjelaskan beberapa gaya penulisan feature. Pertama,
Feature Kepribadian (profil). Yaitu mengungkap manusia yang menarik. Kedua, Feature
Sejarah. Menuliskan peristiwa sejarah penting. Ketiga, Feature Petualangan. Melukiskan
pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan. Keempat, Feature Musiman. Tentang
perubahan musim, liburan, hari raya. Kelima, Feature Interpretatif, yaitu
mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detail terhadap topik-topik
yang telah diberitakan, seperti sebuah organisasi, aktifitas dan trend. Keenam,
Feature Kiat, yaitu menyajikan bagaimana melakukan sesuatu.
***
Akhirnya, pengutip perkataan Al-Ghazali, “Kalau engkau bukan anak raja
dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. Bakat menulis yang
sudah ada dalam diri kita butuh terus diasah. Menulis adalah kegiatan yang
mulia. Bagi sahabat-sahabat Beswan Djarum yang belum menulis. Menulislah. Berlakukan
motto “Aku Menulis, Maka Aku Ada”.
Komentar