Mendambakan Guru Teladan
Peran guru dalam proses pembelajaran di sekolah sangat
penting dan dominan bagi keberhasilan peserta didik. Hal ini tidak lepas
dari peran serta para pengajar dalam mentransfer pengetahuan (tranfer of
knowlegde) kepada anak didik baik secara kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Karena itu, wajar bila posisinya sangat vital bagi masa
depan anak bangsa.
Sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 yang mewajibkan negara mencerdaskan bangsa. Di sini, sosok
seorang guru hadir memainkan peranan penting untuk benar-benar bisa “digugu dan
ditiru” sebagai wujud realisasi amanat UUD. Di lembaga pendidikan, guru adalah
tumpuan harapan bagi terciptanya generasi unggul. Pertanyaan yang kemudian
timbul, seperti apakah kriteria ideal bagi sosok guru dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa?
Kriteria umum seorang guru, paling tidak harus memiliki kompetensi ilmu pengetahuan (kompetensi profesional) yang luas sesuai dengan bidang studi yang ditekuninya. Di samping itu, guru juga harus memiliki kemampuan pribadi (kompetensi personal) yang kuat dalam menghadapi persoalan yang dihadapi para peserta didik. Jadi, tidak hanya sekedar “mengajar sambil lalu”, akan tetapi hasil dari proses pembelajaran benar-beanar diperoleh setelahnya. Karena sebenarnya, puncak kesuksesan proses transformasi keilmuan bergantung kelihaian pada guru mengajarkan ilmu pengertahuan pada peserta didik. Jadi, selama bertahun-tahun menempuh pendidikan tidak terbuang begitu saja tanpa memberikan nilai-nilai keilmuan berarti.
Berangkat dari persoalan itulah, mempertimbangkan kualitas guru haruslah menjadi prioritas di dunia pendidikan dalam memberdayakan para siswa. Sesuai Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.84/1993, apabila guru yang sudah melebihi enam tahun dalam jabatannya tidak mampu memperoleh angka kredit tertentu yang diisyaratkan maka dibebaskan jabatannya dari tugas guru dan dialihtugaskan kepegawai administrasi. Sebab nantinya, apabila keberadaan guru tidak profesional masih tetap saja di“pergunakan”, secara tidak langsung membiarkan-penyakit-tetap berlarut dalam ketidak jelasan.
Pentingnya Komitmen
Peningkatan profesi guru guna mengefektifkan proses pembelajaran, saya kira sangat perlu ditempuh dengan didukung komitmen yang tinggi guna meningkatkan kualitas hasil lulusan melalui peningkatan mutu kegiatan belajar-mengajar. Di sini, memandang kualitas guru tidak dari sudut keberhasilannya menggapai prestasi akademik, akan tetapi dilihat dari hasil proses berlangsungnya pembelajaran yang terjadi di sekolah. Artinya, hasil akhir pengajaran seorang guru pada para siswa dalam memahami materi pengajaran bisa dipertanggungjawabkan.
Di antara penghambat proses peningkatan kualitas guru, dalam melaksanakan pengajaran yang efektif untuk mencipta kaum pintar selama ini, tak lepas dari rasa masih belum siapnya seorang guru secara personal untuk mengemban profesi sebagai seorang pendidik. Setara dengan yang diugkapkan pengamat pendidikan Achmad Ali, bahwa-sangat banyak fenomina yang menunjukkan bahwa sebagian guru bahkan guru besar, sebenarnya mereka belum siap untuk menjadi seorang pendidik. Memikul profesi sebagai guru, hanya suatu keterpaksaan, karena tidak ada lowongan kerja lain untuk dirinya ketika dulu ia memulai kariernya. Patutlah kemudian kalau prefesionalisme guru perlu dipertanyakan kembali.
Kenyataan demikian patutlah disayangkan, sebagai manusia yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat-khususnya bagi para siswa, ternyata tidak mencerminkan keagungan sebagai kaum pendidik. Haruskah para siswa diajari pengetahuan oleh manusia bukan ahli di bidangnya, sampai kapan keberlangsungan seperti ini akan berakhir. Bukankah pepatah mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” maka, apabila para pendidik sudah mencerminkan ketidak mapanan maka akan lebih parah lagi cerminan para siswa nantinya. Karena semua pemahaman yang diajarkan para guru sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan para siswa kelak.
Karena tujuan pengajaran dalam dunia pendidikan dilakukan dengan target jangka panjang maka tidak berlebihan apabila idealisasi fungsi dari proses pembelajaran pendidikan agar bisa membekali anak didik dengan pengetahuan, nilai, serta keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya di masa depan. Sehingga dampak pendidikan yang berkualitas dalam mencipta para siswa yang kompeten ikut bisa dirasakan masyarakat sekitar untuk lebih dikembangkan lagi dalam kehidupan nyata masyarakat “besar”.
Kenyataan selama ini, ukuran keberhasilan pembelajaran di sekolah hanya difokuskan pada tinggi rendahnya nilai dari proses evaluasi pembelajaran. Sebagian besar siswa, yang dikejar bukan lagi bagaimana menguasai ilmu yang ditekuninya, sebaliknya sebagian dari mereka terkesan hanya sekedar mengejar nilai kelulusan yang tinggi tanpa dibarengi semangat belajar yang memadai. Akhirnya beragam cara dilakukan untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya meski harus dengan cara tidak benar; seperti menyontek hasil kerja teman dikelas agar mendapat nilai maksimal.
Maka diharapkan, profesionalisme guru benar-benar bisa menjadi tonggak awal peningkatan kualitas pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Menggiring para siswa untuk lebih menjadi manusia seutuhnya. Karena kalau pendidikan difungsikan dengan sebaik-baiknya dapat menjadi bagian dari kekuatan bangsa untuk keluar dari krisis kemanusiaan. Lahirnya para generasi berkualitas sangat mungkin untuk lebih mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu bersaing dengan masyarakat di negara maju lainnya.
Akhirnya, keberhasilan peningkatan kualitas guru, ini juga hampir tak lepas dari peran serta pemerintah dalam memberikan perlakuan terbaik bagi kesejahteraan para guru. Karena apabila tuntutan mereka terpenuhi, secara tidak langsung pemusatan diri secara maksimal pada lembaga pendidikan akan bertambah. Dari pembenahan itu semua, kita berharap masa depan pendidikan indonesia makin berkualitas dan mampu mengatasi tantangan zaman.
Kriteria umum seorang guru, paling tidak harus memiliki kompetensi ilmu pengetahuan (kompetensi profesional) yang luas sesuai dengan bidang studi yang ditekuninya. Di samping itu, guru juga harus memiliki kemampuan pribadi (kompetensi personal) yang kuat dalam menghadapi persoalan yang dihadapi para peserta didik. Jadi, tidak hanya sekedar “mengajar sambil lalu”, akan tetapi hasil dari proses pembelajaran benar-beanar diperoleh setelahnya. Karena sebenarnya, puncak kesuksesan proses transformasi keilmuan bergantung kelihaian pada guru mengajarkan ilmu pengertahuan pada peserta didik. Jadi, selama bertahun-tahun menempuh pendidikan tidak terbuang begitu saja tanpa memberikan nilai-nilai keilmuan berarti.
Berangkat dari persoalan itulah, mempertimbangkan kualitas guru haruslah menjadi prioritas di dunia pendidikan dalam memberdayakan para siswa. Sesuai Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.84/1993, apabila guru yang sudah melebihi enam tahun dalam jabatannya tidak mampu memperoleh angka kredit tertentu yang diisyaratkan maka dibebaskan jabatannya dari tugas guru dan dialihtugaskan kepegawai administrasi. Sebab nantinya, apabila keberadaan guru tidak profesional masih tetap saja di“pergunakan”, secara tidak langsung membiarkan-penyakit-tetap berlarut dalam ketidak jelasan.
Pentingnya Komitmen
Peningkatan profesi guru guna mengefektifkan proses pembelajaran, saya kira sangat perlu ditempuh dengan didukung komitmen yang tinggi guna meningkatkan kualitas hasil lulusan melalui peningkatan mutu kegiatan belajar-mengajar. Di sini, memandang kualitas guru tidak dari sudut keberhasilannya menggapai prestasi akademik, akan tetapi dilihat dari hasil proses berlangsungnya pembelajaran yang terjadi di sekolah. Artinya, hasil akhir pengajaran seorang guru pada para siswa dalam memahami materi pengajaran bisa dipertanggungjawabkan.
Di antara penghambat proses peningkatan kualitas guru, dalam melaksanakan pengajaran yang efektif untuk mencipta kaum pintar selama ini, tak lepas dari rasa masih belum siapnya seorang guru secara personal untuk mengemban profesi sebagai seorang pendidik. Setara dengan yang diugkapkan pengamat pendidikan Achmad Ali, bahwa-sangat banyak fenomina yang menunjukkan bahwa sebagian guru bahkan guru besar, sebenarnya mereka belum siap untuk menjadi seorang pendidik. Memikul profesi sebagai guru, hanya suatu keterpaksaan, karena tidak ada lowongan kerja lain untuk dirinya ketika dulu ia memulai kariernya. Patutlah kemudian kalau prefesionalisme guru perlu dipertanyakan kembali.
Kenyataan demikian patutlah disayangkan, sebagai manusia yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat-khususnya bagi para siswa, ternyata tidak mencerminkan keagungan sebagai kaum pendidik. Haruskah para siswa diajari pengetahuan oleh manusia bukan ahli di bidangnya, sampai kapan keberlangsungan seperti ini akan berakhir. Bukankah pepatah mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” maka, apabila para pendidik sudah mencerminkan ketidak mapanan maka akan lebih parah lagi cerminan para siswa nantinya. Karena semua pemahaman yang diajarkan para guru sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan para siswa kelak.
Karena tujuan pengajaran dalam dunia pendidikan dilakukan dengan target jangka panjang maka tidak berlebihan apabila idealisasi fungsi dari proses pembelajaran pendidikan agar bisa membekali anak didik dengan pengetahuan, nilai, serta keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya di masa depan. Sehingga dampak pendidikan yang berkualitas dalam mencipta para siswa yang kompeten ikut bisa dirasakan masyarakat sekitar untuk lebih dikembangkan lagi dalam kehidupan nyata masyarakat “besar”.
Kenyataan selama ini, ukuran keberhasilan pembelajaran di sekolah hanya difokuskan pada tinggi rendahnya nilai dari proses evaluasi pembelajaran. Sebagian besar siswa, yang dikejar bukan lagi bagaimana menguasai ilmu yang ditekuninya, sebaliknya sebagian dari mereka terkesan hanya sekedar mengejar nilai kelulusan yang tinggi tanpa dibarengi semangat belajar yang memadai. Akhirnya beragam cara dilakukan untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya meski harus dengan cara tidak benar; seperti menyontek hasil kerja teman dikelas agar mendapat nilai maksimal.
Maka diharapkan, profesionalisme guru benar-benar bisa menjadi tonggak awal peningkatan kualitas pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Menggiring para siswa untuk lebih menjadi manusia seutuhnya. Karena kalau pendidikan difungsikan dengan sebaik-baiknya dapat menjadi bagian dari kekuatan bangsa untuk keluar dari krisis kemanusiaan. Lahirnya para generasi berkualitas sangat mungkin untuk lebih mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu bersaing dengan masyarakat di negara maju lainnya.
Akhirnya, keberhasilan peningkatan kualitas guru, ini juga hampir tak lepas dari peran serta pemerintah dalam memberikan perlakuan terbaik bagi kesejahteraan para guru. Karena apabila tuntutan mereka terpenuhi, secara tidak langsung pemusatan diri secara maksimal pada lembaga pendidikan akan bertambah. Dari pembenahan itu semua, kita berharap masa depan pendidikan indonesia makin berkualitas dan mampu mengatasi tantangan zaman.
Komentar