Pengelolaan Tata Ruang Ramah Lingkungan
Kerusakan lingkungan di Indonesia tambah hari semakin
memprihatinkan. Seperti halnya laju kerusakan hutan yang mencapai 2,8 juta
hektar per tahun. Kerusakan hutan dan lahan menyebabkan terjadinya banjir di
mana-mana saat musim hujan tiba. Bencana banjir menimbulkan korban jiwa dan
dampak lain yaitu menyebarnya banyak penyakit bukan hanya di kalangan
masyarakat desa tapi juga masyarakat perkotaan. Kerusakan lingkungan ini antara
lain disebabkan terjadinya alih fungsi lahan baik pada kawasan hutan, pedesaan
maupun perkotaan. Kawasan hutan banyak ditebang, diserobot dan dirambah.
Keadaan serperti ini bahkan berlanjut terus setiap tahun, dapat dibayangkan
betapa akan merosotnya kondisi lingkungan.
Memang banyak hal yang menyebabkan semakin maraknya
kerusakan dan pencemaran lingkungan. Akhir-akhir ini menggejala bahwa kerusakan
lingkungan banyak dipicu pembangunan yang tidak terkendali dan kurang
memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Kesadaran masyarakat untuk
berperan aktif menjaga dan melestarikan lingkungan tampaknya juga masih rendah,
terbukti dari banyaknya masalah lingkungan yang timbul akibat ulah masyarakat,
seperti pembalakan hutan, pemanfaatan kawasan lindung, dan sebagainya. Saat sekarang ini tengah meningkat kebutuhan dan
persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian
maupun untuk keperluan lainnya memerlukan kebijakan pemanfaatan yang paling
tepat, mengingat keterbatasan sumber daya lahan.
Pendekatan tata ruang merupakan salah satu perangkat
pengelolaan lingkungan hidup berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya lahan.
Dalam perkembangannya, disadari bahwa penataan ruang merupakan perangkat
pengelolaan lingkungan hidup yang utama, karena merupakan penepis pertama
terhadap kegiatan pembangunan dan aktivitas manusia lainnya yang dapat
berdampak terhadap lingkungan hidup.
Penataan ruang telah mendapatkan dasar hukumnya sejak
15 tahun yang lalu dengan ditetapkannya undang-undang nomor 24 tahun 1992 yang
telah diperbaharui dengan undang-undang nomor: 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (selanjutnya disebutkan UUPR). Tujuan umum penataan ruang terkandung di
dalam konsideran UUPR, yaitu bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka
ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi
dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola
pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam suatu
kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian
kemampuan lingkungan hidup.
Secara eksplisit, pernyataan tersebut menegaskan
pentingnya penataan ruang di dalam pemeliharaan lingkungan hidup. Dengan
perkataan lain, penataan ruang merupakan salah satu instrumen pengelolaan
lingkungan hidup, guna mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan
sumber daya secara tidak terencana dan terakoordinasi. Penataan ruanglah yang
seharusnya menjadi landasan bagi pelaksanaan pembangunan yang terkoordinasi dan
berwawasan lingkungan.
Keterpaduan
Penataan ruang juga dapat menjamin keterpaduandan
diakomodasikannya semua kepentingan masyarakat. Di dalam penjelasan UUPR,
disebutkan bahwa penataan ruang dapat menjamin seluruh kepentingan, yakni
kepentingan pemerintah dan masyarakat secara adil. Yang dimaksud dengan terpadu
adalah bahwa penataan ruang dianalisa dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari
berbagai kegiatan pemanfaatan ruang, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Keterpaduan dalam penataan ruang dapat terwujud dari dimasukkannya pertimbangan
aspek waktu, modal, optimasi, daya dukung lingkungan, daya tampung lingkungan
dan geopolitik.
Sebagai suatu perangkat, apabila dilaksanakan secara
menyeluruh dan konsekuen, penataan ruang dapat menjadi alat yang efektif untuk
mencegah kerusakan lingkungan dan berbagai bencana lingkungan seperti banjir
dan longsor. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang dan
mengindahkan kondisi lingkungan dapat menghindari permasalahan lingkungan di
masa mendatang. Meskipun demikian, penataan terhadap rencana tata ruang serta
pengendalian pemanfaatan ruang seringkali masih rendah. Sebagai contoh adalah
pada kasus Bandung Utara yang sebenarnya merupakan kawasan lindung, tetapi pada
saat ini hampir 70% dari luas 38.548 hektar telah menjadi permukiman. Dampak
dari pembangunan ini adalah berkurangnya resapan air dan terjadi banjir di
Bandung Selatan.
Demikian juga dengan bencana banjir dan longsor yang
terjadi di Jember. Peristiwa ini sebagaimana diketahui adalah dampak dari
kerusakan hutan di Pegunungan Argopuro, yang terletak di bagian utara Jember,
yang telah gundul. Peristiwa ini merupakan kesalahan dari penataan ruang
wilayah di Jawa Timur. Pegunungan Argopuro sebagai kawasan lindung yang
merupakan daerah resapan air, beralih menjadi perkebunan Kakau dan Kopi,
menjadi hutan produksi kemudian terjadi penebangan yang berakibat penggundulan.
Berkaitan dengan masalah sumber daya lahan dan
penataan ruang, setidaknya ada dua sasaran yang bisa dilakukan guna mencapai
strategi perbaikan kualitas fungsi lingkungan, yakni; pertama, penurunan laju kerusakan
lingkungan (sumber daya air, hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, energi,
atmosfer, serta ekosistem pesisir dan laut. Kedua,
terintegrasinya dan diterapkannya pertimbangan pelestarian fungsi lingkungan
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pengawasan pemanfaatan
ruang dan lingkungan.
Di samping itu, untuk dapat menjawab tantangan di
atas, perlu adaya upaya pemberdayaan masyarakat agar mempunyai kesadaran pada
pelestarian lingkungan hidup, di samping informasi yang cukup tentang masalah
yang dihadapi, serta keberdayaan dalam proses pengambilan keputusan demi
kepentingan orang banyak. Peran serta masyarakat yang tinggilah yang dapat
menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga mampu menjawab
tantangan yang ada.
Komentar