Sejarah Cina
Judul Buku : History of China
Penulis : Ivan Taniputera
Penerbit : Ar-Ruzz Media
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : 693 halaman
Buku ini menyajikan secara
gamblang dan sistematis sejarah Cina dari zaman ribuan tahun sebelum masehi
hingga era mutakhir. Berbagai dinasti yang memang sudah terkenal dalam sejarah China dikisahkan
begitu menarik dan mencerahkan. Buku yang bisa menjadi sebuah media acuan, pemahaman,
pembelajaran, dan juga pengayaan intelektual kita sebagai manusia yang hidup di
zaman ini. Dilihat dari perjalanannya yang panjang, sejarah China telah
memberikan sebuah penampakan yang sangat mengagumkan dan memesona di bidang
budaya, politik, ilmu pengetahuan, filsafat, pengobatan, kehidupan ekonomi, dan
perjalanannya deribasi agama yang begitu dinamis.
Sejarah telah membuktikan bahwa Cina adalah sebuah negara-bangsa yang
berhasil melalui berbagai episode kehidupan, dengan akhir kisah yang tragis
maupun bahagia. Dari sebuah bangsa besar yang dipimpin oleh berbagai dinasti, Cina
harus melewati dulu “masa penghinaan” oleh kekuatan Eropa sejak pertengahan
abad ke-19 sebelum pada akhirnya “dibebaskan” oleh kekuatan komunis di bawah
pimpinan Mao Zedong pada tahun 1949.
Cina di masa Mao adalah Cina yang “benci tapi rindu” terhadap baik Amerika
Serikat maupun Uni Soviet – sebuah postur politik luar negeri yang akhirnya
membuat Cina harus mengisolasi dirinya dari pergaulan internasional. Sementara itu, di dalam negeri kesulitan rakyat
memuncak akibat petualangan politik Mao dalam Lompatan Jauh ke Depan (1958–60) dan
Revolusi Kebudayaan (1966–76).
Cina di masa Mao adalah
sebuah negara sosialis di mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan
perekonomian. Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik
pemerintah menghasil-kan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di
sektor urban, pemerintah adalah satu-satunya agen yang berwenang menetapkan
harga komoditas utama, menentukan distribusi dana investasi, mengalokasikan
sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol
kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga
menjadi monopoli pemerintah sejak awal tahun 1950-an.
Sejak Mao “pergi menghadap
Marx” pada September 1976, Cina mulai membuka dirinya dan mengadopsi reformasi pasar
terbuka. Sejak tahun 1978 peran pemerintah pusat di bawah pimpinan Deng
Xiaoping dalam mengatur ekonomi semakin berkurang, diiringi dengan semakin
besarnya peran baik perusahaan-perusahaan swasta maupun kekuatan pasar lainnya.
Sebagai hasilnya, ekonomi Cina menunjukkan dinamisme yang mencengangkan: antara
tahun 1978 dan 1995, sumbangan Cina terhadap GDP dunia meningkat dari 5%
menjadi 10,9%. Meskipun Cina masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan
perkapita, hasil ini telah memicu spekulasi tentang masa depan Cina. Bahkan ada
pengamat yang mengatakan bahwa dengan keberhasilan Cina untuk tidak terseret
dalam gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian Cina diperkirakan akan mampu
menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015.
Cina memasuki abad ke-21
dengan sisa-sisa ideologi sosialisnya di satu kaki dan upaya keras menjadi
salah satu kekuatan dunia di kaki yang lain. Bila semasa Mao berkuasa Cina
masih menerapkan aturan-aturan yang otokratis, pemujaan berlebihan pada sosok
pemimpin negara, ortodoksi yang kaku dan isolasionisme, maka di era 1990-an dan
awal abad ke-21 ini pemerintah Cina dihadapkan pada penduduk yang jauh lebih
berpendidikan dan bisa mengartikulasikan diri.
Cina yang tadinya memuja
revolusi komunis (yang berkaitan erat dengan radikalisme kelas pekerja, egalitarianisme,
dan memusuhi imperi-alisme Barat) telah digantikan oleh Cina yang
termodernisasi, dengan ekonomi industri kapitalis yang terintegrasi dengan
dunia, penerapan konsep demokrasi, dan pengembangan SDM melalui sistem
pendidikan yang maju. Ini merupakan bukti adanya penolakan pada revolusi atas
nama modernisasi atau dengan kata lain penolakan pada sosialisme atas nama
kapitalisme.
Transisi dari ekonomi
sosialis yang terpusat menuju ekonomi pasar bebas memang menjadikan taraf
kehidupan sebagian besar rakyat Cina semakin membaik. Karenanya tidaklah
mengherankan bila kemakmuran bukan lagi menjadi barang mewah di Cina. Boom
ekonomi telah membawa kemajuan besar dalam standar kehidupan kebanyakan orang
urban Cina. Meski Cina belum tentu segera akan menjadi masyarakat yang terbuka
dan bebas, tetapi pembatasan terhadap kebudayaan pop dan hal-hal berbahaya
lainnya dari Barat telah mulai dikurangi tiga seperempat bukti bahwa
kapitalisme telah semakin dalam menancapkan kukunya di Cina.
Transisi itu juga
menimbulkan berbagai permasalahan akut yang harus segera diatasi. Kenneth
Lieberthal, seorang sinolog dari University of Michigan, membuat daftar lima
masalah tergawat yang dihadapi Cina dewasa ini: (1) penurunan derajat mutu
lingkungan hidup, (2) pengangguran, (3) konflik-konflik separatisme yang
mengarah pada disintegrasi, (4) keikutsertaan Cina dalam WTO, dan (5) korupsi
yang endemik.
Sehubungan dengan masalah
yang terakhir, Cina menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang
stabil merupakan kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang
sehat, termasuk di dalamnya perjuangan melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa
pemerintah Cina sejak permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan
pembangunan ekonomi sebagai tugas utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha
keras melawan korupsi demi menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan
pembangunan.
Mengingat arti penting China
dewasa ini dalam berbagai bidang, tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa
kita perlu mencermati bagaimana perkembangan budaya dan sejarahnya hingga
menjadi seperti saat ini sebagai bahan refleksi yang sangat berharga. Buku ini
melengkapi sejarah China dalam bahasa Indonesia karya Nio Joe Lan berjudul
Tiongkok Sepandjang Abad. Setidaknya karya ini akan memudahkan para sarjana
sinologi dan masyarakat pada umumnya dalam mempelajari sejarah China.
*) Tulisan ini dimuat di Koran Jakarta, 23 Pebruari 2009
*) Tulisan ini dimuat di Koran Jakarta, 23 Pebruari 2009
Komentar