Sekolah yang Gagal
Pernahkah kita bertanya, untuk apa orang-orang
membuang waktu, uang, dan tenaga hanya untuk menempuh persekolahan? Tentu,
banyak orang yang akan menjawab pertanyaan ini dengan alasan bahwa hanya dengan
sekolahlah kita bisa mengangkat derajat kita dari kebodohan dan ketertinggalan.
Tapi pertanyaan yang muncul kemudian, betulkah demikian? Jika kita lihat
seiring perjalanan waktu, bahkan sudah sejak dari dulu masih banyak orang
bertindak semena-mena, saling membunuh, saling caci maki, saling benci, bahkan
sampai saat sekarang pun sifat seperti itu masih saja terjadi atau bahkan malah
semakin menguat saja.
Selanjutnya, kita juga patut mempertanyakan, betulkan
sekolah telah sukses mendidik peserta didik agar lebih baik dalam bertingkah?
Pertanyaan inilah yang seharusnya kita dengungkan untuk mengevaluasi apa-apa
yang telah kita canangkan. Jika memang sekolah belum sukses membawa anak didik
sesuai dengan yang diinginkan, apa saja faktor yang menjadi penyebab atas
ketidak suksesan semua ini? Mari kita lihat beberapa persoalan di bawah ini;
Pertama; meningkatnya pengangguran, dewasa ini
fenomena pengangguran semakin membengkak saja, para peserta didik baik yang
sudah lulus dari jenjang sekolah menengah atas, bahkan sampai perguruan tinggi,
masih saja merasa kebingungan menentukan langkah setelah kelulusannya. Mereka
tidak menemukan pekerjaan. Sebenarnya ada beberapa faktor yang menyebabkan
fenomena pengangguran ini, bisa saja dikarenakan belum suksesnya lembaga
persekolahan memberikan skill kepada mereka untuk memiliki kemampuan agar bisa
diserap oleh dunia kerja. Bisa juga dari faktor ketidak sesuaian antara
keilmuan yang dimiliki dengan kebutuhan dunia kerja yang ada.
Mampukan sekolah dimasa depan menjawab problem
pengangguran ini. Sehingga volume pangangguran tidak semakin meningkat, karena
adanya pegangguran ini berimplikasi pada semakin kompleknya persoalan bangsa
ini. Saya pikir pemerintah sebagai tonggak pemegang kebijakan harus bisa
memberikan jalan alternatif atas persoalan di atas. Pemerintah haruslah pintar-pintar
membuat terobosan baru, dalam mengintegrasikan antara dunia pendidikan dan
dunia kerja. Sehingga keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja bisa
disiapkan oleh dunia pendidikan.
Kedua; kenakalan remaja. Sudah menjadi kenyataan umum
bahwa kenakalan remaja (juvenile delinquency) dewasa ini semakin
tidak bisa dikendalikan. Dimana-mana seringkali terjadi tawuran antar pelajar,
bahkan persoalan-persoalan sepele bisa menjadi tawuran massal antar siswa. Hal
ini terjadi karena mereka sudah tidak menggunakan akal sehat dalam melakukan
semua itu, logika yang mereka gunakan adalah agar mereka bisa tampil menjadi
‘pahlawan’ bagi temannya yang sedang bermasalah, tidak peduli apakah teman yang
dipihak mereka benar atau salah yang penting bagi mereka, perilaku yang mereka
tunjukkan sebagai tanda kepahlawanannya.
Disamping masalah tawuran antar remaja, ditambah lagi
semakin pesatnya media komunikasi yang bergulir di masyarakat, seperti jejaring
internet yang semakin mewabah, bahkan barang ini sudah tidak menjadi barang
asing lagi diantara pelajar. Satu sisi dengan semakin terjangkaunya jaringan
internet bagi para pelajar, dengan ini pula mereka bisa terbantu mencari
informasi secara bebas dan mudah, tetapi beberapa persoalan kemudian muncul
yaitu penyalahgunaan akses internet, mereka para pelajar dari SMA sampai pada
tingkah sekolah dasar juga dengan mudah mengangses film-film porno. Ketika
anak-anak sekolah dengan bebasnya mengangses film-film porno tidak menuntut
kemungkinan akan juga melahirkan keinginan untuk melakukan praktek seperti
halnya dengan apa yang ditonton. Maka, bisa kita lihat belakangan ini, banyak
diantara anak didik kita dari kalangan perempuan yang hamil diluar nikah,
parahnya lagi mereka akhirnya cenderung untuk dikucilkan oleh teman-temannya sendiri.
Akibat hamil dalam masa persekolahan, banyak dari
kalangan mereka yang putus sekolah karena malu dengan teman-teman mereka,
bahkan dikalangan masyarakat luas. Tidak berhenti disitu, dia akan mengalami
gangguan psikologis yang menyebabkan dia malu bergaul dengan orang lain dan ini
kadang butuh waktu yang cukup lama agar bisa kembali membaur dengan masyarakat
sekitar dengan normal.
Generasi muda yang menjadi tumpuan para orang tua dan
juga bangsa, malah sulit untuk bisa diharapkan, lihatlah penampilan mereka yang
kadang sudah kebarat-baratan,
sehingga prilaku sopan santun yang menjadi ciri khas bangsa kita, yang sejak
kecil ditanamkan oleh orang tua seakan dikalahkan dalam sekejap. Sungguh
pemandangan ini menjadi ironi bagi para pemuda kita sebagai tonggkak perubahan
di masa depan.
Ketiga; menurunnya semangat belajar, para pejalaran
akhir-akhir ini, banyak yang betah didepan televisi ketimbang berbetah-betah
belajar materi sekolah di di rumah. Waktu keseharian mereka habiskan hanya
untuk bermain-main pergi ke mal, diskotek. Kesungguhan dalam belajar semakin
merosot, lebih parah lagi ketika sekolah sering memprioritaskan
kegiatan-kegiatan tour keluar kota. Di sekolah-sekolah sekarang, anak-anak
diwajibkan untuk menabung uang, yang ujung-ujungnya hanya untuk jalan-jalan,
sehingga kegiatan-kegiatan yang menjadi fundamental dari proses pembelajaran di
sekolah kurang digalakkan. Memang kenyataan ini menjadi tanggung semua pihak
baik dari kalangan pendidik, orang tua, dan stake holder lain.
Fonomena bergesernya pola pikir anak-anak yang
mengarah pada pola kehidupan hedonis sungguh nyata di depan mata. Anak-anak
hanya sibuk mencari penghiburan bahkan kegiatan ini juga di dukung oleh para
orang tua mereka dengan memberikan uang sebanyak-banyaknya untuk berbelanja.
Kehidupan mewah mereka pertontonkan, sehingga bagi orang yang tidak mampu
secara materi, kadang-kadang juga harus memaksa diri untuk juga mendapatkannya,
sehingga, jalan pintas yang mereka tempuh. Jika mereka tidak dapatkan dengan
bekerja, mereka tidak segan-sekan akan mencuri dan menipu orang-orang untuk
mendapatkan uang dengan cepat.
Ketiga fenomena diatas, haruslah menjadi perhatian
banyak kalangan; pertama; pihak orang tua, orang tua sangat besar pengaruhnya
terhadap anak-anak mereka, segala tindak-tanduk orang tua akan menentukan
kehidupan anak dimasa depan. Jadi, orang tua haruslah selalu mengontrol
kelakuan sehari-hari anak-anak mereka sehingga kita bisa selalu menjangkau dan
tahu apa yang di kerjakan anak-anak kita. Kedua, kalangan guru, para guru
haruslah menjadi tauladan bagi anak didik mereka, karena segala prilaku yang
ditunjukkan guru akan selalu menjadi cerminan anak didik untuk meniru perkataan
dan juga prilaku guru-guru mereka. Setidaknya mereka haruslah memberikan contoh
yang terbaik bagi anak didik. Terakhir, adalah kominmen pemerintah untuk selalu
memberkan perhatian terhadap dunia pendidikan sehingga anak-anak yang tidak
mampu juga diberikan perhatian untuk juga bisa mendapatkan haknya mengenyam
pendidikan, sehingga mereka tidak lagi selalu putus atau bahkan tidak bisa
bersekolah karena kendala keuangan. Keinginan pemerintah untuk menggratiskan
pendidikan haruslah diwujudkan secara nyata tidak hanya menjadi janji belaka.
Karena sebenarnya mereka butuh tindakan nyata untuk keluar dari semua persoalan
ini.
Komentar