Pendidikan Berbasis Masyarakat
Judul Buku : Sekolah
Masyarakat
Penulis : Wahyudin Sumpeno
Penerbit : Pustaka Pelajar
Cetakan : Pertama, Mei 2009
Tebal : xv + 329 halaman
Kemiskinan di dunia ketiga
merupakan masalah sosial terbesar di zaman ini. Sejak lebih dari tiga puluh
tahun negara-negara makmur telah memberikan bantuan ratusan miliar dolar kepada
negara berkembang dan miskin untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan kesejahteraan.
Namun, perubahan itu tidak seperti yang dibayangkan, angka pengangguran dan
anak putus sekolah semakin tinggi, dan ketergantungan dunia ketiga pada bantuan
internasional semakin besar.
Hasil pembangunan di semua
negara berkembang hanya 10 hingga 20 persen penduduk saja yang menikmati
hasilnya, sisanya terjebak dalam kemiskinan. Pertanyaan selanjutnya, apakah
strategi dan titik berat pembangunan yang dicanangkan lebih dari tiga dasawarsa
di atas bendera bantuan internasional benar-benar mencerminkan kebutuhan dan
persoalan sebenarnya? Apakah masyarakat terpinggirkan telah memeroleh haknya
untuk melakukan perubahan atas dirinya?
Penulis buku ini, Wahyudin
Sumpeno melihat bahwa trend di negara-negara berkembang yang notabene miskin, perhatian
pembangunan lebih banyak ditujukan pada upaya mempertahankan kekuasaan dan
menomorduakan kesejahteraan. Pada umumnya negara miskin mengeluarkan alokasi
anggaran militer sebanyak 7 dolar untuk setiap penduduk. Jumlah ini sama dengan
rata-rata yang dikeluarkan untuk bidang kesehatan 1dolar dan pendidikan 6 dolar.
Kecenderungan ini
menimbulkan kesenjangan sosial yang dapat memicu ketegangan sosial politik dan
konflik. Kesenjangan ini semakin memperlebar gejala keterbelakangan yang sangat
berpengaruh terhadap percepatan pembangunan negara miskin. Masyarakat di
lapisan bawah semakin jatuh dari pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan, jumlah
buta huruf, sulit meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sehingga
memperburuk struktur pertumbuhan negara berkembang. Berbagai penelitian jelas
menunjukkan hubungan antara pendapatan perkapita dan kualitas hidup di negara
berkembang sama sekali tidak menyentuh lapisan bawah.
Arus Balik
Arus balik menjadi tema
pokok dalam peningkatan kualitas hidup terutama peluang masyarakat bawah, orang
miskin, lemah jasmani, rentan, tidak berdaya untuk meningkatkan kapasitas, keterampilan
hidup dan terlepas dari penderitaan. Diperlukan tindakan sistematis dan nyata
untuk menghentikan, memperlambat, bahkan mengubah paradigma untuk membalik
proses yang dapat menjerumuskan ke dalam lubang kesengsaraan. Arus balik
memiliki kekuatan untuk mengubah kebijakan, birokrasi, demokrasi, pelayanan, dan
lebih penting pola belajar masyarakat. Arus balik utama menyangkut ruang nilai-nilai
profesional, dan spesialisasi.
Arus balik keruangan (spatial
reversals) meliputi pemusatan keterampilan, kekayaan dan kekuasaan yang
mengalirkan dan mengoptimalkan sumber daya dari pinggiran. Masyarakat desa
menyekolahkan anaknya ke kota agar memeroleh pekerjaan yang layak. Pembalikan
harus dilakukan agar terjadi distribusi sumber daya dari pusat ke daerah. Sekolah
tidak hanya berporos di pusat tetapi membangun inti pembangunan di desa. Membalikkan
peluang dan kesempatan mengikuti pendidikan pada 70% orang miskin.
Pendidikan yang diperoleh
oleh orang miskin di desa tidak dimanfaatkan oleh penduduk kota, tetapi kembali
untuk membangun desa di mana mereka dibesarkan. Sangat ironis pengangguran
semakin banyak di perkotaan yang banyak ditempati tenaga berpengalaman dan terampil,
sementara di desa kekurangan tenaga kerja.
Salah satu kunci penggerak
arus balik adalah desentralisasi yang memusatkan kekuatan yang sebelumnya
dipegang oleh orang profesional di perkotaan, kepentingan tertentu, ketidakpercayaan
terhadap kemampuan masyarakat pinggir dalam menghadapi hirarki kekuasaan, administrasi,
dan persaingan pasar. Sudah saatnya mengubah seluruh tatanan tersebut mulai
dari tingkat pinggiran, memberikan kepercayaan kepada masyarakat, memperluas
kepentingan bersama, mendistribusikan hirarki kekuasaan dengan melibatkan
secara aktif masyarakat miskin, mekanisme pasar dan perdagangan yang adil
dengan menjangkau ruang yang semakin kecil.
Nilai dan preferensi kaum
profesional merupakan sasaran pertama dari upaya menggerakkan arus balik agar
tidak terjadi pemusatan dan distribusi kemampuan yang tidak seimbang antara
desa dengan kota atau pusat dengan daerah. Pembelajaran dibangun atas dasar
nilai dan profesionalisme yang dibutuhkan oleh masyarakat bukan didasarkan
paradigma kekuasaan dan pemilik modal yang menggerakkan kebijakan secara tidak
seimbang, sektor industri padat modal dan urbanisasi yang sangat kuat. Tetapi
bagaimana membekali petani dengan teknologi, manajemen dan profesionalitas
kerja lebih utama daripada mencetak tenaga kerja menengah yang cenderung
meningalkan desa untuk memasuki industri di perkotaan.
Nilai dan preferensi
profesional dibentuk oleh pendidikan dan latihannya. Kaum profesional merupakan
kelompok masyarakat pandai yang mampu menyelesaikan sekolah, lembaga profesi, akademi
atau perguruan tinggi. Dalam mencapai kekuasaan, mereka mempelajari perilaku
mana yang harus dikuasai dan mana yang harus dijauhi. Kelompok ini berusaha
sekuat tenaga untuk memeroleh pengakuan. Prestasi hasil belajar dan pendidikan
lanjutan merupakan penghargaan yang diadopsi dan menjadi gaya pandangan serta
nilai-nilai bagi pendidik dan pelatih. Dengan demikian, pembelajar berusaha
untuk menghayati nilai-nilai para pendidik dan pelatihnya.
Maka melalui buku ini, Wahyudin
Sumpeno memiliki pandangan, persepsi tersebut perlu dibalik dengan cara
mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan yang memberikan kesempatan yang
luas kepada masyarakat untuk menentukan pilihan akademis dan nilai-nilai
profesional yang dikembangkan untuk kebutuhan lingkungannya. Gerakan ini yang
akan membuka pandangan baru dalam pendidikan yang lebih demokratis, tanpa ruang
kelas yang kaku, nonformal dan menyentuh kebutuhan hidup. Fungsi pendidikan dan
latihan ini juga mendorong pemikiran, argumentasi dan pandangan yang bebas
serta keberanian untuk bersilang pendapat dengan guru, pendidik dan pelatih. Termasuk
dalam memilih pokok-pokok masalah di luar kebiasaan yang layak dijadikan bahan
pelajaran dan penelitian.
Komentar