Profesi Pekerjaan Sosial
Judul Buku : Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Pengantar
Penulis : Miftachul Huda
Penerbit : Pustaka Pelajar
Cetakan : Pertama, Mei 2009
Tebal : xxii + 332 halaman
Masih banyak disadvantage
groups (kelompok masyarakat kurang beruntung) di tengah-tengah masyarakat
Indonesia yang menuntut keterlibatan profesi pekerja sosial dalam menanganinya.
Disadvantage group ini atau biasa juga disebut Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan
Sosial/PPKS adalah mereka yang mengalami hambatan dalam menjalankan fungsi
sosialnya sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Misalnya, orang miskin, anak-anak
terlantar, anak jalanan, anak/wanita yang mangalami kekerasan dalam rumah
tangga, lanjut usia terlantar, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), pekerja sektor informal
dan lain sebagainya.
Jika seorang dokter bekerja untuk menyembuhkan orang sakit, maka profesi
yang tepat untuk menangani PPKS tersebut adalah pekerja sosial. Sebab pekerja
sosial adalah seorang yang mempunyai bekal cukup dalam bidang pengetahuan, keahlian,
dan nilai. Orang yang tidak mempunyai bekal cukup dari ketiga hal di atas, maka
dia hanya disebut sebagai aid worker (relawan). Seyangnya, dan ini yang salah
kaprah, aid worker seringkali disamakan dengan pekerja sosial (social worker).
Buku Karya Miftachul Huda, penulis muda yang cukup produktif ini, setidaknya
membuka wawasan dan pengetahuan pembaca tentang pentingnya profesi pekerjaan
sosial di tengah-tengah masyarakat Indonesia dewasan ini. Buku ini juga
membahas siapa sesungguhnya yang dimaksud pekerja sosial, suatu profesi yang
selama ini di pahami secara kurang tepat oleh mayoritas masyarakat Indoensia.
Sebagai profesi pertolongan (helping prefession), pekerjaan sosial
mempunyai misi pokok untuk mengatasi masalah sosial. Baik itu masalah yang
dialami individu, keluarga, dan kelompok masyarakat. Sebagai negara berkembang,
Indonesia membutuhkan pekerjaan sosial. Hal ini disebabkan berbagai
permasalahan sosial masih saja melilit bangsa yang telah dimaksud misalnya, kemiskinan,
pengangguran, kelaparan, kelangkaan pangan, dan lain sebagainya.
Perlu dibuat catatan, dalam wacana ilmu pekerjaan sosial, isi yang terdapat
dalam buku ini bukanlah sama sekali baru. Sebab telah banyak karya serupa yang
telah mengkaji ilmu pekerjaan sosial. Misalnya,
Charles H Zastrow (2004), Introduction to Social Work and Social Welfare, Brenda
DuBois and Karla Krogsrud Miley (2005), Social Work an Empowering Prefession, Rosalie
Ambrosino, et.al, (2005), Social Work and Social Welfare an Introduction dan
karya-karya lainnya. Tetapi karena kebanyakan masih dalam bahasa Inggris, setidaknya
menjadikan karya Miftahul Huda ini sebagai sesuatu yang baru dalam konteks
Indonesia.
Buku ini mencoba merangkum
dan menyajikan secara utuh dasar-dasar ilmu pekerjaan sosial. Antara lain; definisi
pekerjaan sosial; kesejahteraan sosial; nilai dan etika pekerjaan sosial; assessment
dalam pekerjaan sosial; dan metode pekerjaan sosial. Yang menarik, dari ulasan
yang dapat ditemui dalam buku ini, ada perbedaaan yang tegas antara pekerjaan
sosial dan kesejahteraan sosial. Masing-masing (pekerjaan sosial dan
kesejahteraan sosial) dibahas dalam bab yang berbeda.
Padahal, dalam konteks
Indonesia antara pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial sering kali
disamakan. Misalnya, ada perguruan tinggi (PT) yang menggunakan istilah
kesejahteraan sosial (Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial/STKS Bandung) yang
maksudnya tidak lain sebagai lembaga pendidikan yagn mengajarkan ilmu pekerjaan
sosial. Tetapi buku ini tidak berpolemik tentang adanya perbedaan antara
pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Keduanya dibedakan secara tegas satu
sama lainnya.
Perlu diakui bahwa secara
istilah, pekerjaan sosial maupun kesejahteraan sosial kurang mendapat tempat
yang layak di Indonesia. Setidaknya, istilah tersebut sering kali digunakan
untuk merujuk kepada pengertian yang lain. Pekerjaan sosial misalnya, acap kali
diidentikkan dengan suatu profesi sukarela (tidak dibayar) dan tidak
profesional sehingga kurang diminati oleh banyak kalangan.
Oleh karena itu, untuk
menegaskan istilah profesi ini penulis lebih suka menggunakan istilah sosiawan
atau sosiater. Penggunaan istilah ini supaya profesi pekerjaan sosial lebih
jelas seperti halnya istilah yang digunakan dalam dunia kedokteran (dokter) maupun
dalam dunia pendidikan (guru). Istilah kesejahteraan sosial pun, dan ini yang
aneh, sering dipakai untuk merujuk makna yang lain (bukan ilmu pekerjaan sosial),
misalnya di Yogyakarta ada lembaga pendidikan yang bernama Akademi
Kesejahteraan Sosial tetapi hanya mempunyai dua jurusan yakni tata boga dan
tata busana. Tetapi sekali lagi, buku ini mempunyai konsep dan penjelasan yang
tegas antara pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial.
Sebagai aktivitas yang
profesional, pekerjaan sosial memerlukan nilai dan etika sehingga tidak
terjebak pada malapraktik. Nilai dan etika berfungsi untuk menuntun dan
mengarahkan profesi pekerjaan sosial agar sesuai dengan nilai-nilai maupun
norma-norma yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. Nilai dan etika
secara konkrit diterjemahkan dalam bentuk kode etik seperti yang juga terdapat
dalam lampiran buku ini. Kode etik tersebut dikeluarkan oleh Ikatan Pekerja
Sosial Profesional Indonesia (IPSPI), sebuah asosiasi pekerja sosial
profesional yang ada di Indonesia.
Alur pokok praktik pekerjaan
sosial pada dasarnya adalah sebagai berikut: assessment (penilaian, diagnosis) >intervention
(penanganan) >termination (mengakhiran) >evaluation (evaluasi). Dalam
buku ini dijelaskan assessment yang secara khusus menggunakan perspektif
kekuatan. Assessment berbasis perspektif kekuatan pada dasarnya untuk
membedakan dengan diagnosis dalam dunia kedokteran. Sebab diagnosis hanya
terfokus kepada kelemahan seseorang, tetapi tidak demikian dengan pekerjaan
sosial yang memerhatikan kekuatan klien. Sebab filosofinya adalah bahwa
perubahan harus dilakukan oleh klien itu sendiri.
Adapun metode intervensi
sosial terbagi dalam dua kelompok; Pertama, praktik langsung (direct practice) mencakup
casework (terapi perseorangan/terapi klinis); group work (terapi kelompok); dan
family therapy (terapi keluarga). Kedua, praktik tidak langsung (indirect
practice), yakni community development (pengembangan masyarakat). Semua ini
adalah metode yang dikenal secara umum dalam tradisi ilmu pekerjaan sosial.
Akhirnya, terlepas dari
segala kekurangan buku ini setidaknya sangat layak untuk dibaca oleh para
mahasiswa ataupun dosen dalam bidang terkait (sosiatri, pekerjaan sosial, pengembangan
masyarakat, kebijakan sosial); aktivis yang bekerja di Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), birokrasi di departemen sosial, pemerhati masalah sosial, maupun
pihak-pihak yang mempunyai minat dalam bidang pekerjaan sosial.
Komentar