Melihat Pemikiran 50 Sejarawan Dunia
Judul Buku : 50 Tokoh
Penting Dalam Sejarah
Judul Asli : Fifty Key
Thinkers on History
Penulis : Marnie Hughes-Warrington
Penerjemah : Abdillah Halim
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, Maret 2008
Tebal : xxxix + 695 halaman
Sejak berakhirnya perang
dingin antara dua kekuatan raksasa dunia (Amerika Serikat dan Uni Soviet) dan
munculnya Eropa Barat sebagai satu-satunya kekuatan dominan, telah menjadikan
sejarah dunia sebagai gerak tunggal linear yang tak terbendung. Dan selanjutnya
sejarah menjadi monolog Eropa Barat yang menimbulkan apatisme dan keputusasaan
di belahan dunia yang lain. Seiring dengan itu, perbincangan tentang sejarah (terutama
yang terjadi pada ranah akademik) kian redup dan sejarah praktis menjadi tema
pinggiran. Namun tidak buat ahli sejarah perempuan Marnie Hunghes-Warrington, ditengah
kelangkaan dan keadaan semacam ini, dia muncul sebagai sosok yang tetap
memiliki kesadaran sejarah (historical consciusness) dan tradisi penulisan
sejarah.
Salah satu buku yang ditulis
Marnie adalah Fifty Key Thinkers on History yang kemudian diterjemah kedalam
bahasa Indonesia; 50 Tokoh Penting Dalam Sejarah. Dalam buku ini Marnie mencoba
memberi pengenalan yang lumayan komprehensif tentang riwayat hidup dan
pemikiran para pemikir penting sejarah dari beragam aliran, dari era kuno
sampai kontemporer, dan dari berbagai belahan dunia. Buku ini sangat berguna
bagi pembaca yang ingin mengenal dasar-dasar pemikiran para pemikir utama
sejarah, diantara lima puluh tokoh para pemikir terkemuka sejarah yang
dihadirkan oleh penulis antara lain Eric Hobsbawm, Thomas Samuel Kuhn, Francis
Fukuyama, Arnold J. Toynbee, Heidegger, Ibnu Khaldun, dan Hegel.
Berbeda halnya dengan yang terjadi seperti filsafat, psikologi, dan politik.
Dalam disiplin sejarah, buku yang memberi pengenalan cukup menyeluruh terhadap
para pemikir pentingnya tergolong buku yang jarang ditulis, apalagi oleh para
penulis seperti di Indonesia. Banyaknya jumlah pemikir sejarah dan beragamnya
pemikiran mereka barangkali menjadi alasan mengapa tidak banyak penulis
memiliki gairah dan energi ekstra untuk membuat buku semacam ini. Belum lagi
fakta bahwa beberapa pemikir memiliki spektrum pemikir yang luas dan mencakup
banyak hal sehingga tidak mudah untuk meringkas pemikiran mereka.
Dalam buku ini Marnie memilih lima puluh tokoh yang ia anggap sebagai
pemikir penting dalam disiplin sejarah dan mengupasnya secara memadai
berdasarkan urutan abjad awal nama mereka. Dalam tiap entri Marnie mendasarkan
uraiannya pada referensi-referensi yang cukup luas dan sangat otoritatif dan
diakhir entri dicantumkan daftar karya lengkap si pemikir dan beberapa
referensi lanjutan yang mungkin sangat diperlukan buat pembaca yang ingin
mendapatkan wawasan atau melakukan kajian yang lebih mendalam.
Pemikiran penting sejarah sebagai sebuah kategori memang memiliki kelemahan
tersendiri. Selain sifatnya yang selalu terus bisa ditawar dan ditolah, ia
tetap merupakan kategori yang tidak mungkin akan selalu pas dan cocok ketika
dipakai untuk mengkarakterisasi dan mengerangkai pemikiran beberapa tokoh yang
memiliki pemikiran yang sifatnya plural, tidak definitif, dan terus berkembang.
Namun tentu, dalam ranah ilmiah-akademik, dan juga ranah-ranah lain yang lebih
luas cakupannya, kategori akan terus diperlukan demi mempermudah identifikasi, pendefinisian,
pengelompokan, dan juga menjelaskan.
Mengidentifikasi lima puluh ‘pemikir penting sejarah’ bukanlah perkara
gampang. Mungkin, jika ada beberapa sejarawan yang juga diberi kesempatan untuk
mengidentifikasi, tentu saja akan didapati pandangan yang bervariasi tentang
siapa yang harus dimasukkan kedalam daftar lima puluh pemikir penting sejarah. Paling
tidak ada dua alasan menurut Marnie dari hasil pemilihan lima puluh ‘tokoh
penting sejarah’ yang dihadirkan. Pertama, “lima puluh tokoh penting dalam
sejarah jelas bukan daftar ‘lima puluh unggulan’ pemikir besar sepanjang masa
berdasarkan popularitas. Banyak pemikir yang saya pilih yang tentu saja layak
untuk dimasukkan ke dalam daftar semacam itu (misalnya, Gibbon, Ranke, Thucydides),
namun banyak yang lain yang barangkali lebih merupakan ketergesaan bila mereka
dimaksudkan kedalamnya. Daftar yang dibuat sama sekali bukan daftar ‘lima puluh
unggulan’ namun lebih berdasar pada tantangan”.
Kedua, “jika pun pembaca senang dengan setiap tokoh yang saya pilih, pada
akhirnya saya akan dikecam, sebab persetujuan universal selalu berarti
berakhirnya diskursus. Saya juga tidak ingin meyakinkan bahwa pembaca
seharusnya setuju dengan dan mengikuti setiap pemikir yang saya cantumkan. Pilihan
saya terhadap para pemikir mustahil akan mampu mengarahkan siapa pun. Dalam
pandangan saya, salah satu ciri ‘pemikir penting’ adalah seseorang yang mendorong
polemik dan memicu perdebatan pendapat” (hal. xxii).
Tapi, ada beberapa hal yang patut disayangkan dalam penerbitan edisi
Indonesia dari karya Marnie ini. Di dalam buku ini penulis tidak menjelaskan
secara spesifik tentang metode yang di pakai untuk membahas pemikiran-pemikiran
lima puluh filsuf sejarah yang ia pilih kecuali bahwa tokoh-tokoh itu dipilih
atas dasar pengaruh pemikirannya dalam perdebatan pemikiran historis di masanya
atau masa sesudahnya. Tidaklah mengherankan jika kesulitan akan ditemui, terutama
bagi para pemula, dalam memahami secara utuh wujud kesinambungan atau
dialektika pemikiran para filsuf itu, karena penulis tidak mendasarkan
pemaparannya berdasarkan subjek tertentu dalam perdebatan pemikiran sejarah.
Tulisan ini dimuat di Jurnalnet.com, 24 April 2008
Komentar