Pengajaran Pendidikan Karakter
Judul Buku : Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern
Penulis : Doni Koesoema A.
Penerbit : PT. Grasindo, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2007
Tebal : viii + 320 halaman
“Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan
dan pembentukan diri yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh
manusia lain yang juga dididik oleh manusia yang lain.” (IMMANUEL KANT)
Istilah karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru
muncul pada akhir abad-18, dan untuk pertama kalinya dicetuskan oleh pedadog
Jerman F.W.Foerster. Terminologi ini mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spiritualis
dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif. Yang
menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden yang dipercaya sebagai motor
penggerak sejarah, baik bagi individu maupun bagi sebuah perubahan sosial. Namun, sebenarnya
pendidikan karakter telah lama menjadi bagian inti sejarah pendidikan itu
sendiri. Misalnya, dalam cita-cita Paideia Yunani dan Humanitas Romawi. Pendekatan
idealis dalam mayarakat modern memuncak dalam ide tentang kesadaran Roh
Hegelian. Perkembangan ini pada gilirannya mengukuhkan dialektika sebagai
sebuah bagian integral dari pendekatan pendidikan karakter.
Lahirnya pendidikan karakter bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk
menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang
gelombang positivisme yang dipelopori oleh filsuf Prancis Auguste Comte. Foerster
menolak gagasan yang meredusir pengalaman manusia pada sekadar bentuk murni
hidup alamiah. Dalam sejarah perkembangannya memang manusia tunduk pada hukum-hukum
alami, namun kebebasan yang dimiliki manusia memungkinkan dia menghayati
kebebasan dan pertumbuhannya mengatasi sekadar tuntutan fisik dan psikis semata.
Manusia tidak semata-mata taat pada aturan alamiah. Melainkan kebebasan itu
dihayati dalam tata aturan yang sifatnya mengatasi individu, dalam tata aturan
nilai-nilai moral. Pedoman nilai merupakan kriteria yang menentukan kualitas
tindakan manusia di dunia.
Buku ini membahas sejarah panjang bagaimana pendidikan karakter berkembang
dalam sejarah peradaban umat manusia, asumsi-asumsi pokok di balik raihan
tersebut, secara khusus bagaimana pemahaman konseptual tentang manusia sebagai
homo educans (manusia yang belajar) yang terlahir dari dinamika sejarah
tersebut. Selain meletakkan sejarah pendidikan karakter dalam lingkup global, juga
disajikan kilasan tentang sejarah pendidikan karaker dalam konteks ke
indonesiaan dengan menyelami secara khusus pendidikan karakter seperti digagas
para pemikir Indonesia, terutama oleh Soekarno, melalui gagasannya tentang
pembentukan karakter bangsa, tentang Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara, serta relevansi, tantangan dan perkembangannya bagi pendidikan karakter
di Indonesia.
Dinamika pemahaman pendidikan karakter dalam buku ini berproses melalui
tiga moment: momen historis, momen reflektif, dan momen praktis. Momen historis,
yaitu usaha merefleksikan pengalaman umat manusia yang bergulat dalam
menghidupi konsep dan praksis pendidikan khususnya dalam jatuh bangun
mengembangkan pendidikan karakter bagi anak didik sesuai dengan konteks
zamannya. Momen reflektif, sebuah momen yang melalui pemahaman intelektualnya
manusia mencoba mendefinisikan pengalamannya, mencoba melihat persoalan
metodologis, filosofis, dan prinsipil yang berlaku bagi pendidikan karakter. Momen
praktis, yaitu dengan bekal pemahaman teoritis-konseptual itu, manusia mencoba
menemukan secara efektif agar proyek pendidikan karakter dapat efektif
terlaksana di lapangan(halaman 308).
Membentuk kepribadian
Pendidikan karakter pada hakikatnya ingin membentuk individu menjadi
seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya,
dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan. Komunitas
pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal, nasional, maupun internasional (antar
negara). Dengan demikian, pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada
pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam
perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Singkatnya,
bagaimana membentuk individu yang menghargai kearifan nilai-nilai lokal
sekaligus menjadi warganegara dalam masyarakat global dengan berbagai macam
nilai yang menyertainya.
Dalam buku ini, penulis memberikan semacam cercahan ide dan gagasan tentang
praktis pendidikan karakter yang diterangi dengan pemahaman konseptual yang
kurang lebih konprehensif. Karena pemahaman konseptual yang baik merupakan
setengah jalan dari keberhasilan praktis pendidikan karakter. Tanpa pemahaman
konseptual yang jelas, segala usaha yang bagi pengembangan pendidikan karakter
defisit dalam hal visi sehingga praktis tentang pendidikan karakter bisa salah
sasaran dan dan kurang efektif. Oleh karena itu, melalui pemahaman dan kerangka
teoritis atas berbagai macam prinsip yang berlaku dalam pendidikan karakter, program-program
pendidikan karakter konteks lembaga pendidikan dapat direalisasikan.
Jika dilihat dari dinamika relasi antaralembaga, pendidikan karakter
pada hakekatnya adalah proses pendidikan manusia sebagai agen bagi perubahan
tata sosial dalam masyarakatnya berdasarkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai kemanusiaan
pada umumnya. Pendidikan karakter dalam artian ini membentuk pribadi bermoral yang
terlibat aktif dalam masyarakat dengan menciptakan struktur dan lingkungan yang
membantu pertumbuhan moral individu. Dengan demikian, tantangan berat yang akan
dihadapi adalah bagaimana meretas penindasan sekelompok individu terhadap
komunitaas lain, bahkan terhadap komunitas besar yang disebut bangsa atau
lembaga supranasional yang emoh nilai moral dan anti nilai-nilai kemanusiaan. Tantangan
ini mewajibkan masyarakat untuk mengaktualisasikan proyek pendidikan karakter
di dalam lembaga pendidikan, dengan persepektif baru, yaitu nilai baru yang
disebut belarasa bagi kemanusiaan.
Kehadiran pendidikan karakter mengandaikan adanya visi tentang manusia yang
integral, pemahaman tentang tujuan pendidikan yang visioner, dan pemahaman
tentang nilai-nilai yang berlaku universal. Terlebih lagi, pendidikan karakter
memerlukan basis kepercayaan yang mendalam, bahwa manusia berkembang bukan
hanya memenuhi panggilan kodratnya dalam kehidupan bersama didalam masyarakat, melainkan
menanggapi tawaran adikodratinya sebagai makhluk mampu megatasi diri, melalui
kebebasan dan pemikirannya.
Inilah sebuah buku yang menawarkan sejumlah gagasan yang spesifik dan
menarik seputar pendidikan karakter.
*) Tulisan ini dimuat di Jurnalnet.com, 2008
Komentar