Mempertegas Posisi Filsafat Islam
Judul Buku : Wacana Baru Pendidikan; Meretas Filsafat Pendidikan Islam
Penulis : Drs. Ismail Thoib,
M.Pd
Penerbit : Genta Press
Cetakan : Januari, 2008
Tebal : xv + 220
Pendidikan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh dan diperuntukkan bagi
manusia. Pendidikan hanya dapat membentuk manusia yang humanis apabila hakekat
kemanusiaan manusia dipahami secara komprehensif dan menyeluruh. Kesalahan
dalam memberikan tafsiran atas eksistensi manusia berimplikasi pada kekeliruan
dalam menghadirkan pendidikan serta membentuk menusia-manusia yang ”tidak
sehat”. Pemahaman yang benar dan tepat tentang manusia dan pendidikan sangat
diperlukan terutama oleh pendidik dan calon-calon pendidik dalam dunia
pendidikan karena mereka dipersiapkan untuk meretas manusia-manusia baru.
Dalam perspektif sistemik untuk menilai keberhasilan suatu pelaksanaan
pendidikan dalam membangun sumber daya manusia yang lebih baik, kreatif, dan
normatif memerlukan kajian secara simultan dan mendalam atas pelbagai unsur
yang secara sistemik mempengaruhi keberhasilan tersebut, yaitu; input, process,
output, dan outcome. Perspektif sistemik mempercayai bahwa keberhasilan
pendidikan yang baik perlu di-back up oleh input, process, dan output yang baik.
Untuk bisa terselenggaranya suatu proses pendidikan yang baik, tidak hanya
dibutuhkan pengalaman-pengalaman empirik yang diperoleh melalui observasi dan
kajian-kajian yang bersifat scientifik, akan tetapi juga sangat dibutuhkan
pemahaman dan penguasaan yang baik dan tepat terhadap konsep-konsep dasar
tentang manusia dan pendidikan itu sendiri.
Kehadiran buku ini ”Wacana Baru Pendidikan; Meretas Filsafat Pendidikan
Islam” yang di tulis Ismail Thoib dinubuwatkan untuk menjawab kegersangan dan
kekeringan materi pendidikan dan lebih spesifik filsafat pendidikan Islam yang
down to earth dan bahasa yang sederhana untuk masyarakat, lebih khusus lagi
kalangan perguruan tinggi jurusan pendidikan agama islam. Meski seorang penulis
sendiri, tidak mengidealkan bahwa kehadiran buku ini akan menjadikan “oase
pamungkas” tapi minimal memperkaya oase-oase yang lainnya. Sehingga dengan
banyaknya oase pengetahuan dan wacana akan semakin memperkaya warna yang ada.
Disini, Ismail Thoib menilai bahwa posisi filsafat dalam filsafat
pendidikan islam (FPI) adalah sebagai metode berpikir, sedangkan pendidikan
islam adalah sebagai objek yang dipikirkan. Dalam posisinya sebagai metode
berpikir, filsafat dalam FPI berfungsi menelaah kahekat dan fenomina pendidikan
islam, filsafat menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang menjadi ciri khasnya, yaitu
kritis, sistematis, metodis, dan koheren.
Kritis berarti semua pernyataan atau penegasan yang diberikan di dalamnya
semestinya mempunyai dasar yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara
nalar. Anggapan-anggapan yang ada tidak diterima begitu saja tanpa diselidiki
alasan atau dasar kebenaran-kebenarannya. Ciri-ciri utama berpikir kritis
adalah bahwa tidak menerima dan atau menolak begitu saja temuan-temuan
pemikiran yang sudah ada. Seorang yang berpikir kritis selalu berupaya
mendekati suatu objek pemikiran dengan sangat hati-hati. Ia tidak menolak
sesuatu kecuali dengan argumentasi-argumentasi yang masuk akal.
Begitu pula sebaliknya, ia tidak akan menerima begitu saja sesuatu tanpa
alasan yang jelas. Seorang yang kritis adalah orang yang menerima atau menolak
sesuatu dengan alasan yang jelas. Baginya, kebenaran tidak identik dengan
banyak atau sedikitnya orang yang mendukung atau menolak. Kebenaran akan tetap
merupakan kebenaran, meskipun tidak banyak orang yang mendukung. Begitu pula
sebaliknya, kebatilan akan tetap merupakan kebatilan, meskipun banyak orang
melakukan kebatilan itu.
Sistematis, berarti ada suatu ide dasar yang menyeluruh dan mempersatukan
semua unsur-unsurnya sehingga pikiran-pikiran dan pendapat-pendapat yang
dikemukakan jalin menjalin secara runtut. Metodis, orang mempergunakan suatu
metode atau cara pendekatan tertentu. Koheren, berarti ada pertalian logis
antara pemikiran-pemikiran atau pernyataan-pernyataan yang diberikan.
Filsafat dapat dibedakan dari ilmu-ilmu yang lain dan atau yang membuat
suatu pengetahuan dapat disebut filosofis adalah cirinya yang bersifat
menyeluruh (comprehensive) dan mendasar (radical). Apabila ilmu-ilmu lain
merupakan pengetahuan kritis, metodi, sistematis, dan koheren tentang suatu
bidang tertentuk dari kenyataan, filsafat bermaksud untuk menyelidiki seluruh
kenyataan, filsafat bermaksud untuk menyelidiki seluruh kenyataan. Kalau ilmu-ilmu
lain secara metodi bermaksud memaparkan dan memberikan penjelasan yang sifatnya
empiris dan kodrati, filsafat berhajat untuk mencari penjelasan yang mendasar
dan berusaha untuk memasuki dunia meta-impiris dan adi kodrati sejauh itu dapat
ditangkap oleh akal budi. Filsafat bermaksud untuk mengerti secara mendalam
semua hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia.(hal.64)
Pendidikan islam (sebagai objek yang dipikirkan dalam FPI) pada hakekatnya
adalah pendidikan yang dibangun (konsep-konsep teoritik) dan dilaksanakan (praktek-implementasi)
berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, serta bertujuan untuk menciptakan manusia
yang senantiasa taat, tunduk, dan patuh kepada Tuhan (Allah swt.) sesuai
syariat Islma yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Konsep-konsep teoritik pendidikan Islam pada hekekatnya adalah konsep-konsep
yang digali dari sumber-sumber islam. Sumber utama konsep teoritik pendidikan
islam adalah dari wahyu Allah swt. yang tertuang dalam kitab suci al-Qur’an dan
al-Hadits, terutama ayat-ayat dan hadits-hadits tarbiyah. Sumber berikutnya
adalah hasil pemikiran dan atau hasil renungan para pemikir di bidang
pendidikan. Hasil pemikiran para ahli di bidang pendidikan ini dapat dibagi
kepada tiga bagian.
Pertama, adalah hasil pemikiran yang merupakan hasil galian langsung para
pemikir muslim terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkenaan degnan
pendidikan. Kedua, hasil pemikiran para pemikir muslim yang merupakan
konvergensi antara ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat qauniyyah. Ketiga, adalah
hasil pemikiran para pemikir non-muslim tentang pendidikan. Hasil pemikiran
para pemikir non-muslim tentang pendidikan, meskipun tidak didasarkan pada al-Qur’an
dan al-Hadits secara langsung dna formal. Akan tetapi, tidak sedikit yang
sesuai dengan visi-misi al-Qur’an dan al-Hadits.
Komentar