Keruntuhan Semangat Berbangsa
Judul Buku : Mencintai Bangsa dan Negara
Penulis : Gunawan Sumodiningrat dan Ary Ginanjar Agustian
Penerbit : PT. Sarana Komunikasi Utama, Bogor
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : xvii + 203 halaman
Perjalanan kehidupan berbangsa Indonesia mengalami pasang surut. Ada
kalanya kesadaran sebagai bangsa begitu kuat membara, tetapi pada waktu lain
begitu lemah.
Pada masa penjajahan, kesadaran sebagai bangsa tumbuh kuat terutama di
kalangan kaum muda. Baik yang berada dalam negeri maupun kaum muda yang berada di luar negeri
berjuang bersama demi mencapai kemerdekaan. Mereka membentuk organisasi-organisasi
kemasyarakatan guna mempermudah perjuangan.
Diawali dengan gerakan budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, kesadaran
berbangsa semakin menguat. Dua puluh tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 28
Oktober 1928, kesadaran sebagai satu bangsa mewujud dalam Kongres Pemuda. Dalam
kesempatan itu, para pemuda mengikrarkan akan satu tanah air, satu bangsa, dan
satu bahasa Indonesia.
Sejak itu, perjuangan sebagai bangsa untuk mewujudkan kemerdekaan semakin
padu. Seluruh rakyat, apa pun suku, golongan, agamanya, berjuang bersama untuk
mencapai kemerdekaan. Perjuangan tersebut akhirnya mencapai puncaknya pada
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Kesadaran dan perjuangan
sebagai bangsa terjajah akhirnya menghasilkan negara merdeka.
Semangat kebangsaan yang begitu hebat pada masa penjajahan tampaknya tidak
berlanjut pada masa setelah kemerdekaan. Masa setelah kemerdekaan mulai
diwarnai oleh semangat kesukuan kelompok atau golongan.
Permberontakan di beberapa tempat seperti Darul Islam(DI)/Tentara Islam
Indonesia (TII), Republik Maluku Selatan (RMS), Permesta, dan G-30S/PKI memberi
gambaran mulai lunturnya semangat kebangsaan. Akibatnya, bangsa dan negara
Indonesia mengalami perpecahan dan terpuruk(hal.04). Hingga pada tahun 1997
krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia berkembang menjadi krisis
multidimensi dan krisis moral.
Kondisi yang demikian memunculkan gerakan Reformasi yang dipelopori oleh
mahasiswa. Para mahasiswa bersama rakyat menginginkan suatu perubahan dalam
tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mereka mengusung agenda reformasi yang berisi beberapa tuntutan, antara
lain amandemen UUD 1945, penghapusan dwifungsi ABRI (TNI) sekarang, penegakan
supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, dan pemberantasan korupsi, kolusi
dan nepotisme; desentralisasi pemerintahan melalui otonomi daerah, kebebasan
pers, serta kehidupan yang demokratis.
Gerakan reformasi dalam beberapa hal memang telah membawa perubahan tata
kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan yang mencolok antara lain dengan
diamandemennya UUD 1945, diberlakukannya otonomi daerah, dan kebebasan pers.
Amandemen UUD 1945 telah melahirkan perubahan sistem pemerintahan yang
cukup penting. Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR) bukan lagi lembaga negara
tertinggi. MPR juga tidak lagi berfungsi sebagai lembaga yang memilih presiden
dan wakil presiden.
Presiden dan wakil presiden RI secara berpasangan dipilih langsung oleh
rakyat. Masa jabatan presiden dan wakil presiden pun dibatasi dua periode. Dalam
amandemen UUD 1945 juga dimuat Dewan Perwakilan Daerah. Mahkaman Konstitusi, dan
Hak Asasi Manusia.
Dalam beberapa segi gerakan Reformasi boleh dikatakan berhasil, namun dalam
praktiknya kehidupan bangsa Indonesia belum mengalami banyak perbaikan. Krisis
ekonomi dan moneter tahun 1997 sampai sekarang belum sepenuhnya pulih.
Bahkan bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga mengalami
krisis ekonomi, Indonesia termasuk lambat untuk bangkit bahkan tertinggal. Sampai
sekarang bangsa Indonesia masih menanggung dampak krisis ekonomi tersebut. Krisis
ekonomi di Indonesia telah menyebabkan terjadinya krisis multidemensi, seperti
krisis sosial budaya, moral, serta keamanan dan pertahanan nasional.
Dalam hal ekonomi, sampai sekarang orang masih mengalami kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya. Kemiskinan dan pengangguran tersebar hampir di
seluruh pelosok Indonesia. Kemiskinan dan pengangguran telah menimbulkan
masalah sosial, seperti kriminalitas dan kebencian terhadap golongan yang
berhasil.
Meningkatnya kasus-kasus kriminal, seperti; penipuan, perampokan, pencurian,
bahkan pembunuhan menunjukkan adanya masalah sosial yang cukup serius. Sehingga
masalah sosial tersebut bisa berkembang menjadi besar dan memicu munculnya
konflik suku, agama dan ras. Golongan atau suku tertentu yang berhasil secara
ekonomi bisa dipandang sebagai musuh bagi suku atau golongan lain.
Dalam hal budaya, bangsa Indonesia kurang mampu menghargai budayanya
sendiri. Banyak peninggalan budaya yang bernilai tinggi terbengkalai, tidak
dirawat, bahkan banyak yang digusur atau diperdagangkan. Contoh akhir-akhir ini
adalah diakuinya lagu Rasa Sayange dan Kesenian Reog Ponorogo sebagai milik
malaysia. Kurangnya perhatian terhadap kebudayaan sendiri membuat negara lain
berminat untuk memilikinya.
Berkaitan dengan moralitas, krisis moral paling mencolok adalah korupsi. Saat
ini korupsi di Indonesia semakin subur dan telah merasuki semua lini kehidupan
bangsa. Kondisi ini tidak terlepas dari sistem penegakan hukum yang belum
berjalan baik. Hukum masih bisa diperjualbelikan. Pelaksanaan hukum di
Indonesia tidak berdasarkan rasa keadilan dan kebenaran. Akibatnya tidak ada
kepastian hukum di Indonesia.
Masalah integrasi bangsa juga belum tuntas sepenuhnya. Masih hidupnya
gerakan-gerakan separatis, seperti Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku dan
Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua menunjukkan adanya potensi disintegrasi
bangsa. Semua krisis tersebut membuat bangsa Indonesia terpuruk dan lemah. Eksistensi
bangsa dan negara Indonesia pun dalam bahaya.
Ketidakmampuan bangsa dan negara Indonesia mengatasi krisis tersebut
menurut penulis buku ini disebabkan karena lemahnya kesadaran kebangsaan yang
dimiliki warganya. Wawasan, kesadaran, dan kebanggaan sebagai bangsa dan negara
Indonesia tampak mulai memudar(hal.27).
Buku ini menguraikan berbagai isu aktual terkait dengan wawasan kebangsaan
dengan diperkaya berbagai informasi dan kondisi riil terkini masyarakat
Indonesia, yang akan membangkitkan kembali kesadaran berbangsa dan bernegara di
Indonesia yang mulai meredup belakangan ini.
Komentar